Senin, 29 November 2010

Manusia yang Hatinya Telah Mati

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Persepsi tentang mati memang berbeda pada setiap orang. Ada yang merasa sudah mati ketika kehilangan kekasihnya. Ada yang merasa mati ketika ludes harta bendanya. Dan, ada yang menganggap hidupnya tak berarti saat dirundung kegagalan dan kedukaan akibat musibah.
Mati bukan hanya ketika seseorang telah mengembuskan napas terakhir, matanya terpejam, detak jantung terhenti, dan jasad tak bergerak. Itu semua hanya mati biologis. Kematiannya masih bermanfaat karena menjadi pelajaran bagi yang hidup. Rasulullah SAW bersabda, "Cukuplah kematian menjadi pelajaran, dan cukuplah keyakinan sebagai kekayaan." (HR At-Thabrani dari Ammar RA).
Alangkah banyak manusia sudah mati, tapi masih memberikan manfaat bagi yang hidup, yakni masjid atau madrasah yang mereka bangun, buku yang mereka tulis, anak saleh yang ditinggalkan, dan ilmu bermanfaat yang telah diajarkan. Meraka mati jasad, tapi pahala terus hidup (lihat QS al-Baqarah [2]: 154).
Sesungguhnya yang perlu diwaspadai adalah mati hakiki, yakni matinya hati pada orang yang masih hidup. Tak ada yang bisa diharapkan dari manusia yang hatinya telah mati. Boleh jadi dia hanya menambah jumlah bilangan penduduk dalam sensus. Hanya ikut membuat macet jalanan dan mengurangi jatah hidup manusia lain. Itu pun kalau tak merugikan orang lain. Bagaimana halnya dengan koruptor, orang yang merusak, dan menebar kejahatan di muka bumi?
Tanda manusia yang hatinya telah mati, antara lain, kurang berinteraksi dengan kebaikan, kurang kasih sayang kepada orang lain, mendahulukan dunia daripada akhirat, tak mengingkari kemungkaran, menuruti syahwat, lalai, dan senang berbuat maksiat.
Ada tiga hal yang bila kita tinggalkan akan menyebabkan kematian hati. Pertama, bila shalat ditinggalkan, itu akan membuat jiwa kalut. Kita akan terjerumus ke dalam perbuatan keji, terseret ke lembah kemungkaran dan kesesatan (QS al-Ankabut [29]: 45 dan QS Maryam [19]: 59), dan bisa menyusahkan serta merugikan orang lain.
Kedua, meninggalkan sedekah. Itu berarti kita egois, individualis, dan enggan berbuat baik. Kepedulian sosial seperti sedekah adalah bukti keimanan. Orang yang suka bersedekah hatinya lapang dan dijauhkan dari penyakit, khususnya kekikiran, sedangkan para dermawan selalu menebar kebajikan sehingga dekat dengan manusia, Allah, dan surga.
Ketiga, meninggalkan zikrullah adalah awal kematian hati. Hatinya akan membatu sehingga tak bisa menerima nasihat dan ajaran agama. Zikir akan menimbulkan ketenangan hati (QS Ar-Ra'd [13]: 28). Orang yang tenang hatinya akan berperilaku positif dan tak mau berbuat jahat.
Mukmin yang selalu shalat, senang bersedekah, dan memperbanyak zikrullah akan menjadi orang yang paling baik, memiliki hati yang hidup, dan menebar kebaikan kepada sesama. Bila kita merasa rajin shalat, sedekah, dan zikir, tetapi hatinya mati, kemungkinan besar shalat, sedekah, dan zikirnya cenderung formalitas tanpa jiwa.
Red: Budi Raharjo
Rep: Oleh Prof Dr Achmad Satori Ismail
Republika OnLine » Ensiklopedia Islam » Hikmah Senin, 29 November 2010, 09:33 WIB
http://www.republika.co.id/berita/ensiklopedia-islam/hikmah/10/11/29/149387-manusia-yang-hatinya-telah-mati

Mengasah Ketajaman Mata Hati

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--"Katakanlah, 'Inilah jalanku. Aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujah (argumentasi) yang nyata, Maha Suci Allah, dan aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik'". (QS Yusuf [12]: 108).
Ayat di atas merupakan ajakan untuk taat kepada Allah dan Rasul-Nya dengan berbasis hujah, atau argumentasi. Sebuah ayat untuk menegaskan bahwa kehidupan keberagamaan seseorang harus dibangun berdasarkan argumentasi yang kuat, melalui ketajaman mata hati, atau basirah.
Semakin luas dan tajam basirah seseorang, semakin serius pula amaliah dan praktik keberagamaannya. Keikhlasan dan keistikamahan akan lahir dengan sendirinya. Dalam ayat di atas, Allah mendampingkan proses kewajiban dakwah dengan basirah sebagai sebuah kewajiban syari yang dituntut oleh Islam.
Ibnu Katsir mengidentifikasi basirah sebagai sebuah keyakinan yang berlandaskan argumentasi syari dan aqli yang kokoh, serta tidak taklid buta. Menurut Syaukani, basirah adalah pengetahuan yang mampu memilah yang hak dari yang batil, benar dari salah, dan begitu seterusnya.
Untuk mendapati ketajaman basirah, banyak amaliah yang harus dipenuhi. Pertama, adanya sebuah kesadaran niat yang benar. Karena, niat yang salah akan turut mempengaruhi kinerja dan mengakibatkan kerja yang asal-asalan. Terlebih, ibadah dan amaliah ketaatan cenderung naik turun. Inilah rahasianya mengapa setiap amal dalam Islam harus didasari niat yang benar dan tulus karena Allah.
Kedua, untuk menajamkan basirah, mutlak seseorang harus tobat secara sungguh-sungguh. (QS At-Tahrim [66]: 8). Ketiga, menyisihkan hasrat dunia dengan tak tebersit untuk menabung banyak dosa dan maksiat. (QS Al-Hujurat [49]: 11). Keempat, serius menjaga amalan wajib dan menghidupkan yang sunah (QS Thoha [20]: 90).
Kelima, menghidupkan waktu terutama di malam hari dengan banyak berzikir dan bermuhasabah. Siang banyak berbuat kebajikan dan malam tidak dihabiskan dengan tidur. "Sesungguhnya, mereka sebelum itu di dunia adalah orang-orang yang berbuat dengan ihsan. Di dunia, mereka sedikit sekali tidur pada waktu malam. Dan, selalu memohonkan ampunan di waktu pagi sebelum fajar". (QS Adz-Dzariyat [51]: 16-18).
Hal lain adalah menumbuhkan rasa takut terhadap hisab akhirat. Selain itu, perlu melatih ketekunan, kesabaran, dan kokoh terhadap gempuran godaan. Dari titik inilah, seseorang secara perlahan akan memiliki ketajaman mata hati (basirah) sehingga amaliah dakwahnya akan senantiasa dinamis dan cerdas mencari kreativitas baru dalam berdakwah.
Contoh sosok yang memiliki basirah mengagumkan adalah Nabi Nuh AS. Di tengah penolakan kaumnya, ia tetap mencari terobosan baru dalam berdakwah. Ia tetap komit dan tegar, bahkan mencari alternatif sarana dakwah yang beragam sesuai dengan kondisi dan tuntutan kaumnya.
Red: Budi Raharjo
Rep: Oleh Ustaz Muhammad Arifin Ilham
Republika OnLine » Ensiklopedia Islam » Hikmah Jumat, 26 November 2010, 10:56 WIB
http://www.republika.co.id/berita/ensiklopedia-islam/hikmah/10/11/26/149047-mengasah-ketajaman-mata-hati

Kamis, 18 November 2010

RSBI JANGAN CARI MUKA

Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) di Surabaya kembali dievaluasi. Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini mengeluarkan keputusan, tidak akan mengucurkan alokasi anggaran untuk RSBI karena beberapa pertimbangan.
Badan Perencanaan Pembangunan Kota (Bappeko) Surabaya menghapus item biaya operasional pendidikan (BOP) untuk RSBI. Penghentian tersebut diakui oleh Rismaharini, sebagai kesengajaan pemerintah kota (pemkot) Surabaya setelah melihat kualitas seluruh RSBI di Surabaya ada di bawah standar.
Salah satu poin yang disorot Risma terkait dengan RSBI adalah rendahnya kualitas guru dalam berbahasa Inggris yang di bawah rata-rata. Padahal standar RSBI, nilai TOEFL guru minimal di atas 300. Kenyataannya masih banyak guru yang belum lancar berbahasa Inggris. Karena itu, Risma mengingatkan, jangan silau dengan nama besar RSBI, yang penting kualitasnya bagus.
Keputusan cukup tegas Risma tersebut memang bisa diterima. Anggaran operasional RSBI di Surabaya yang selama ini digelontorkan cukup besar. Untuk membiayai 10 sekolah berstatus RSBI pemkot mengucurkan Rp 78 miliar. Sungguh mubazir bila anggaran sebesar itu tak sebanding dengan hasil yang didapatkan. Karena itu, siapapun yang memiliki kepedulian terhadap pendidikan yang berkualitas patut memberi dukungan pada Wali Kota Surabaya ini. Penghentian anggaran RSBI bukan sebagai cermin ketidak-berpihakan pemkot terhadap kualitas pendidikan yang unggul. Sebaliknya, sebagai upaya menyadarkan pengelola RSBI, bahwa anggaran besar itu merupakan investasi pendidikan yang harus dijawab dengan kualitas sepadan. Lebih baik bila biaya itu untuk memperbaiki kelas reguler yang selama ini kurang diperhatikan.
Taraf Internasional
Mencermati kebijakan pemkot Surabaya menghentikan anggaran RSBI tersebut patut menjadi contoh bagi kepala daerah kabupaten/kota yang lain untuk melakukan kebijakan serupa. Yaitu mengevaluasi keberadaan RSBI yang rata-rata belum mampu memenuhi target yang semestinya. RSBI selama ini tak lebih dari proyek aji mumpung pelaksana pendidikan untuk mendapat gelontoran dana dari pemerintah, sekaligus membuat standar biaya mahal yang harus ditanggung orangtua siswa yang selama ini terbuai dengan bertaraf internasional.
Semua itu tak lepas dari keawaman orangtua siswa, utamanya yang ada di daerah. Padahal saat ini kelas RSBI sudah merambah ke sekolah-sekolah di pelosok kecamatan. Hanya karena rasa bangga serta rengekan sang anak agar bisa diterima di kelas RSBI, mereka rela membayar di atas rata-rata sekolah reguler. Semua itu tak lepas dari hipnotis sarana kelas RSBI yang terkesan mewah dibanding kelas reguler.
Orangtua mungkin sekadar membayangkan anak-anak mereka akan menerima layanan pendidikan bertaraf internasional dan dalam waktu singkat anak-anak minimal bakal mahir berbahasa Inggris. Nyatanya? Realitas menunjukkan, tak ada bedanya antara kelas RSBI dengan kelas reguler biasa. Sang guru pun kembali pada habitatnya masing-masing, sesuai bidang studi yang menjadi keahliannya. Bahasa pengantar mereka dalam proses belajar-mengajar (kecuali pelajaran bahasa Inggris) tetap menggunakan bahasa Indonesia, yang kadang masih bercampur dengan bahasa Jawa.
Satu hal yang sangat mencolok pembedaannya ialah beban orangtua siswa yang anaknya ada di kelas RSBI terasa lebih berat. Anak-anak mereka tak mungkin mendapat subsidi atau bantuan pendidikan. Seakan telah menjadi dogma, bahwa siap masuk kelas RSBI, harus siap mengeluarkan biaya sendiri sepenuhnya. Kecerdasan anak belum menjadi jaminan mereka harus berada di kelas yang digembar-gemborkan berlevel internasional, bila tak diimbangi dengan kecerdasan finansial orangtua.
Inilah kenyataan yang tak dimungkiri berkaitan dengan RSBI. Terjadi diskriminasi hak untuk pendidikan yang layak benar-benar terpapar nyata. Di tengah harapan masyarakat agar anaknya mendapat pendidikan bertaraf internasional, justru beban biaya disejajarkan dengan standar internasional. Lagi-lagi bukan pendidikan berharga lokal, kualitas internasional. Sebaliknya, harga internasional, kualitas lokal.
Karena itu, kebijakan cerdas Wali Kota Surabaya ini diharapkan dapat menjadi inspirasi bagi kabupaten/kota lainnya untuk melakukan evaluasi serupa. Daerah tak semestinya hanya mengejar penghargaan dari pemerintah pusat untuk disebut sebagai daerah yang sukses dalam meningkatkan kualitas pendidikannya. Pujian semestinya selaras dengan kenyataan yang ada secara riil. Bila dicermati, beberapa daerah yang pernah mendapat penghargaan presiden terkait dengan masalah pendidikan, dalam kenyataannya abu-abu belaka.
Sekolah harus berani menolak menjadi RSBI bila kemampuan yang dimiliki ternyata jauh dari prasyarat ideal RSBI. Jangan silau dengan kucuran anggaran pusat yang Rp 400 juta per tahun, kemudian memaksa diri dan wali siswa untuk menyetor jutaan rupiah agar anaknya bisa duduk di kelas RSBI.
Opini Abd Sidiq Notonegoro
Pengajar di Universitas Muhammadiyah Gresik
Surya Online Senin, 15 Nopember 2010 | 08:06 WIB
http://www.surya.co.id/2010/11/15/rsbi-jangan-cari-muka.html

Senin, 15 November 2010

Kendaraan Pembawa Amal Kebaikan

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Salah satu problematika yang dihadapi kota-kota besar seperti Jakarta adalah kemacetan. Kendaraan seperti mobil dan sepeda motor di masa kini sama dengan kuda yang digunakan pada masa Rasulullah SAW, yakni sebagai alat transportasi. Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan Abu Hurairah, Rasulullah menjelaskan tentang tiga tipe kuda.
Rasulullah bersabda, "Kuda itu ada tiga macam: menjadi dosa bagi seseorang, menjadi tameng bagi seseorang, dan menjadi ganjaran bagi seseorang. Pertama, adapun kuda yang menjadi dosa bagi seseorang adalah kuda yang diikat dengan maksud pamer, bermegah-megahan, dan memusuhi penduduk Islam. Kuda itu bagi pemiliknya merupakan dosa."
Kedua, adapun yang menjadi tameng bagi seseorang adalah kuda yang diikat pemiliknya untuk berjuang di jalan Allah, kemudian pemilik itu tidak melupakan hak Allah yang terdapat pada punggung dan leher kuda. Kuda itu menjadi tameng bagi pemiliknya (penghalang dari api neraka)."
Ketiga, kuda yang menjadi ganjaran bagi pemiliknya adalah kuda yang diikat untuk berjuang di jalan Allah dan untuk penduduk Islam pada tanah yang subur dan taman. Maka, sesuatu yang dimakan oleh kuda itu pada tanah subur atau taman pasti dicatat untuk pemiliknya sebagai kebaikan sejumlah yang telah dimakan oleh kuda, dan dicatat pula kebaikan untuk pemiliknya sejumlah kotoran dan air kencingnya."
Hadist yang tercantum dalam kitab Sahih Muslim (nomor 1647) itu menjelaskan bahwa kendaraan yang dimiliki akan menjadi dosa manakala dibeli dan digunakan dengan tujuan untuk pamer kekayaan dan digunakan untuk maksiat. Terlebih, uang untuk membelinya hasil korupsi.
Pemilik kendaraan hendaknya menyadari bahwa kendaraan yang dimilikinya pada hakikatnya milik Allah. Wajib baginya untuk merawat dan membayar zakatnya. Sehingga, kendaraan yang digunakannya itu nyaman digunakan untuk bekerja dan bersilaturahim. Dan, di akhirat kelak menjadi tameng bagi pemiliknya dari api neraka.
Selain itu, pemilik kendaraan pun bisa memberikan tumpangan kepada orang lain, seperti saudara, tetangga, dan teman sekantor. Sehingga, kendaraan itu tak dibiarkan melaju dengan kosong. Kendaraan yang digunakan di jalan Allah, baik bahan bakar minyak, polusi, suara mesin, maupun kecepatan yang dikeluarkannya, akan berbuah pahala bagi pemiliknya. Mari mengatasi macet dengan berbagi dan peduli. Wallahu a'lam.
Republika OnLine » Ensiklopedia Islam » Hikmah Ahad, 14 November 2010, 18:43 WIB
http://www.republika.co.id/berita/ensiklopedia-islam/hikmah/10/11/14/146712-kendaraan-pembawa-amal-kebaikan

Amalan Utama Dzulhijah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--"Tidak ada satu amal saleh yang lebih dicintai oleh Allah melebihi amal saleh yang dilakukan pada hari-hari ini, (yaitu 10 hari pertama bulan Zulhijah)," sabda Nabi SAW.
Para sahabat bertanya, "Tidak pula jihad di jalan Allah?" Rasulullah menjawab, "Tidak pula jihad di jalan Allah, kecuali orang yang berangkat jihad dengan jiwa dan hartanya, tetapi tak ada yang kembali satu pun." (HR Abu Daud, Ibnu Majah, at-Tirmidzi, dan Ahmad).
"Ketahuilah, amalan di sepuluh hari awal Zulhijah akan dilipatgandakan," sabda Nabi SAW dalam hadis lainnya. Terlepas perbedaaan pelaksanaaan Idul Adha 1431 H, ada baiknya kita alihkan perhatian pada sesuatu yang lebih utama, yaitu merebut perhatian Allah SWT dengan menghadirkan amalan-amalan yang disukai-Nya.
Pertama, puasa. Dari istri Hunaidah bin Kholid, beberapa istri Nabi SAW mengatakan, "Rasulullah biasa berpuasa pada sembilan hari awal Zulhijah, pada hari Asyura (10 Muharram), dan berpuasa tiga hari setiap bulannya." Di antara sahabat yang mempraktikkan puasa selama sembilan hari awal Zulhijah adalah Ibnu Umar.
Kedua, memperbanyak takbir dan zikir. Termasuk di dalamnya membaca tasbih, tahmid, tahlil, takbir, istigfar, dan doa. Disunahkan untuk mengeraskan suara ketika melewati pasar, jalan-jalan, masjid, dan tempat-tempat lainnya.
Ibnu Abbas berkata, "Berzikirlah kalian kepada Allah pada hari-hari yang ditentukan, yaitu 10 hari pertama Zulhijah dan juga pada hari-hari tasyrik." Ibnu Umar dan Abu Hurairah pernah ke pasar pada sepuluh hari pertama Zulhijah, mereka bertakbir, lantas manusia pun ikut bertakbir.
Ketiga, menunaikan ibadah haji dan umrah. Nabi SAW ditanya, "Amalan apa yang paling afdal?" Beliau menjawab, "Beriman kepada Allah dan Rasul-Nya." Ada yang bertanya lagi, "Kemudian apa lagi?" Beliau menjawab, "Jihad di jalan Allah." Ada yang bertanya kembali, "Kemudian apa lagi?" Nabi SAW menjawab, "Haji mabrur!" (HR Bukhari).
Keempat, memperbanyak amalan saleh, seperti shalat sunah, sedekah, membaca Alquran, dan ber-amar makruf nahi mungkar. Kelima, berkurban. Pada hari nahr (10 Zulhijah) dan hari tasyrik disunahkan untuk berkurban. "Maka, dirikanlah shalat karena Tuhanmu dan berkurbanlah." (QS al-Kautsar [108]: 2).
Keenam, bertobat. Jika kita pernah berzina, membunuh tanpa hak, mencandu minuman (khamr), atau sering meninggalkan shalat lima waktu, segeralah bertoba
"Katakanlah, 'Hai, hamba-hamba-Ku yang malampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang'." (QS az-Zumar [39]: 53).
Menurut Ibnu Katsir, ayat yang mulia ini berisi seruan kepada setiap orang yang berbuat maksiat, baik kekafiran maupun lainnya, untuk segera bertobat kepada Allah. Sang Khalik pun akan mengampuni seluruh dosa setiap hamba yang bertobat walaupun dosanya sangat banyak. Wallahu a'lam.
Republika OnLine » Ensiklopedia Islam » Hikmah Senin, 15 November 2010, 12:35 WIB
http://www.republika.co.id/berita/ensiklopedia-islam/hikmah/10/11/15/146783-amalan-utama-zulhijah

Sabtu, 13 November 2010

Muhammadiyah Diizinkan Molor Kerja Pada Idul Adha 1431

SURABAYA - Surya- Pimpinan Wilayah (PW) Muhammadiyah Jawa Timur meminta Gubernur Soekarwo untuk meliburkan semua kantor dan instansi pada hari Selasa (16/11) mendatang atau bertepatan dengan Hari Raya Idul Adha versi Muhammadiyah. Hari raya ini sehari lebih awal dari ketetapan Kementerian Agama yang jatuh pada Rabu (17/11).
“Kami sudah mengirim surat kepada Gubernur Jatim. Kami berharap gubernur memberikan toleransi kepada kaum muslim yang ikut Idul Adha tanggal 16, bisa melaksanakan ibadahnya dengan khusyuk,” jelas Nadjib Hamid, Sekretaris PW Muhammadiyah Jawa Timur, Jumat (12/11).
Dalam surat itu, PW Muhammadiyah mengajukan dua opsi. Pertama, berharap kantor dan instansi diliburkan, seperti halnya hari libur Lebaran Idul Adha, Rabu (17/11). Namun, jika opsi libur tidak memungkinkan, PW Muhammadiyah berharap opsi kedua bisa diterapkan, yaitu memberikan toleransi dengan memundurkan jam masuk kantor sekitar satu sampai dua jam dari jam normal.
“Dimundurkannya jam masuk kantor ini, agar warga yang melaksanakan ibadah bisa khusyuk karena tidak dikejar-kejar waktu,” kata Nadjib.
Opsi mundur jam masuk kantor ini, kata Nadjib, bisa saja dibarengi dengan pengunduran jam pulang kantor. Dengan begitu lama jam kerja tidak terkurangi dan instansi tempat mereka bekerja tidak dirugikan.
Menurut Nadjib, tanpa kebijakan libur atau memundurkan jam kerja, kaum muslim akan kesulitan melaksanakan ibadahnya. Terutama karyawan kantor, pegawai negeri sipil (PNS), dan para siswa di sekolah-sekolah negeri.
Selain mengirim surat kepada Gubernur Jawa Timur, Muhammadiyah juga mengimbau warga yang melaksanakan Idul Adha hari Selasa tidak melalaikan tugas dan pekerjaannya. Mereka diminta segera melaksanakan pekerjaan dan aktivitasnya, begitu salat Id selesai.
Begitu juga dengan panitia salat Id diimbau memperpendek prosesi salat Id. Misalnya dengan memperpendek materi khotbah.
Permintaan PW Muhammadiyah Jatim tersebut langsung direspons Gubernur Soekarwo. Gubernur yang akrab disapa Pakde Karwo itu tidak mengabulkan permintaan libur, tetapi tidak mempermasalahkan jika pegawai di lingkungan Pemprov terlambat masuk kerja guna melaksanakan salat Id pada hari Selasa (16/11). Jadi, pada tanggal itu pegawai masih harus masuk kerja. “Yang penting pegawai yang bersangkutan mengajukan izin (terlambat masuk kantor),” ujar Pakde Karwo kepada Surya, Jumat (12/11).
Namun, karena hal itu menyangkut laku ibadah yang sifatnya personal, maka izin yang disampaikan ke unit kerja atau Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) masing-masing harus bersifat pribadi. Tak boleh bersifat massal. “Dan yang terpenting, setelah salat Id selesai, harus masuk kerja lagi. Jangan malah dipakai aji mumpung untuk mbolos kerja,” jelasnya.
Dengan adanya kebijakan ini, kata Pakde Karwo, pihaknya tidak perlu harus meliburkan pegawai pada hari Selasa (16/11), dengan menerbitkan, misalnya, Surat Edaran (SE) atau Surat Keputusan (SK). nuji/ian
Surya Online Sabtu, 13 Nopember 2010 | 09:58 WIB
http://www.surya.co.id/2010/11/13/pns-muhammadiyah-diizinkan-molor-kerja.html

Rabu, 10 November 2010

Catatan Ahmad Syafii Maarif tentang Mbah Maridjan

REPUBLIKA.CO.ID, Semula saya tidak tertarik untuk menulis tentang isu ini, tetapi di internet sedang berlangsung polemik pro-kontra tentang kematian Mbah Maridjan (1927-2010) yang dikenal sebagai kuncen (juru kunci) Gunung Merapi. Sebelum menduduki posisi itu pada 1982, dia merupakan pembantu bapaknya sebagai kuncen. Tugasnya cukup dahsyat: menjinakkan Gunung Merapi.
Namanya menjadi sangat populer ketika pada tahun 2006 imbauan Sultan Hamengkubuwono X bersama ahli vulkanologi tidak dihiraukannya agar meng ungsi karena kemungkinan Gunung Merapi akan erupsi. Kebetulan saat itu ilmu titennya manjur, tidak terjadi letusan.
Akibatnya, sosok yang sangat sederhana ini melangit. Sebuah perusahaan minum an bahkan menjadikannya sebagai bintang iklan dengan bayaran sebesar Rp 150 juta, sedangkan gajinya sebagai abdi dalem Keraton Yogyakarta hanyalah Rp 10 ribu per bulan.
Gelarnya sebagai abdi dalem penjaga Gunung Merapi adalah R Ng Surakso Hargo atau Mas Penewu Surakso Hargo (penunggu gunung). Dia tinggal di Desa Kinahrejo secara berketurunan. Dalam mitologi Jawa Keraton Gunung Merapi ada bahureksonya, penguasa Merapi yang terletak di utara Yogya itu, sedangkan di selatan dipercayai pula adanya Nyi Loro Kidul, penguasa laut selatan. Keraton Yogya berdiri di tengah-tengahnya.
Sudah tentu semua mitos itu bertujuan untuk melanggengkan kekuasaan raja-raja
Mataram. Dengan menciptakan berbagai mitos yang sarat klenik itu, diharapkan tidak akan ada kekuatan yang dapat menghancurkan Mataram. Di era Islam, kepercayaan semacam ini diselimuti dengan ajaran-ajaran agama yang kemudian membentuk Islam Jawa (kejawen).
Tradisi ini ternyata bisa bertahan selama ratusan tahun dengan plus-minusnya. Plusnya, secara sosiologis dari sudut penyebaran Islam, mayoritas rakyat Jawa telah menjadi Muslim, terlepas dari kualitasnya.
Minusnya, akan sulit dibedakan antara ajaran autentik Islam yang bersumbu pada doktrin tauhid dan apa yang disebut kearifan lokal yang sudah bercampur aduk dengan tradisi kuno yang sudah berusia ratusan tahun. Sebuah sinkretisme yang sangat awet dan fenomenal.
Mbah Maridjan adalah produk dari tradisi panjang yang sudah diislamkan itu.
Secara pribadi dia adalah seorang saleh, rajin beribadat, punya masjid, suka memberi, bahkan menjadi pengurus tingkat ranting sebuah gerakan Islam. Tetapi, pengabdiannya terhadap perintah Sultan Hamengkubuwono IX agar siap menjadi orang terakhir yang mengungsi saat bahurekso marah telah berakhir dengan sebuah tragedi. Di sini terjadi ketegangan antara sikap menjunjung dawuh dan risiko maut. Mbah Mardjan, saya tidak tahu persis, telah menempuh jalan kedua.
Sekiranya Merapi tidak cepat meledak, boleh jadi Mbah Mardjan akan mengungsi juga sebab pihak yang membujuk telah berdatangan sebelumnya. Kita tentu mendoakan arwah Mbah Mardjan diterima Allah dengan pengabdiannya yang hampir tanpa batas itu, tak perlu dikaitkan dengan tradisi Jawa yang sulit dipisahkan dengan struktur batinnya. Namun, siapa pun yang akan ditunjuk sebagai kuncen berikutnya, janganlah terlalu mengandalkan ilmu titen, dengarlah dengan baik saran Dr Surono, pakar gunung berapi yang wajahnya tampak dalam situasi kelelahan yang berat.
Gunung Merapi adalah gejala alam dengan hukum-hukum dan perilakunya sendiri. Sekalipun ilmu pengetahuan belum dapat membaca perilakunya itu dengan kesimpulan yang serbapasti, setidak-tidaknya pendekatan keilmuan jauh lebih unggul dari ilmu rasa yang lebih banyak berdasarkan empirisme tanpa melalui pembuktian ilmiah.
Akhirnya, polemik internet sebaiknya dihentikan saja, kecuali untuk tujuan-tujuan ilmu pengetahuan. Mbah Maridjan sendiri sebenarnya mengakui vulkanologi yang perlu dipelajari. Saat ditanya tentang erupsi Gunung Merapi, dengan bahasa Jawa dijawabnya: "Yo nek bab kui, takona nang vulkanolog." (Jika mengenai masalah itu, tanyakan kepada vulkanolog).
Dilema Mbah Maridjan adalah dalam menghadapi gejala alam, ilmu titennya tidak jarang lebih dominan. Yang perlu dijaga adalah agar kuburannya tidak dijadikan tempat keramat yang dapat menyeret bangsa ini ke tempat jatuh yang lebih tinggi, sekalipun ilmu pengetahuan sendiri bukanlah dewa. Ilmu pengetahuan juga terbatas dan nisbi. Allahu a'lam.
Republika OnLine » Breaking News » Nusantara Rabu, 10 November 2010, 05:44 WIB
http://www.republika.co.id/berita/breaking-news/nusantara/10/11/10/145750-catatan-syafii-maarif-tentang-mbah-maridjan

Pahlawan di Sisi Allah SWT

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Pada zaman Rasulullah, hiduplah seorang lelaki bernama Amir bin Jamuh. Meskipun kakinya pincang, Amir bertekad untuk ikut bertempur dalam Perang Uhud. Sejumlah sahabat mencegahnya. "Engkau sebaiknya tak ikut berperang karena kakimu pincang." Namun, Amir yang didukung istrinya tetap bertekad untuk ikut membela agama Allah SWT.
"Aku tidak percaya mereka telah melarangmu untuk ikut dalam pertempuran itu," tutur sang istri. Mendengar dukungan dari istrinya, Amir segera mengambil senjata, kemudian berdoa, "Ya, Allah, janganlah Engkau kembalikan aku kepada keluargaku."
Amir lalu menemui Rasulullah SAW. Dengan gigih, ia meyakinkan Nabi SAW. Sebenarnya, Nabi Muhammad meminta Amir agar tak ikut berperang. Namun, Amir terus mendesak dan akhirnya Rasulullah pun mengizinkannya.
Di medan pertempuran, Amir berteriak, "Demi Allah, aku ini sangat mencintai surga." Amir akhirnya gugur syahid di medan pertempuran. Setelah mendengar kabar kematian suaminya, sang istri segera mengendarai seekor unta untuk membawa pulang jenazahnya.
Ketika jenazah Amir diletakkan di atas unta, hewan itu tak mau berdiri. Berbagai upaya dilakukan, unta itu tetap tak mau berjalan, tapi malah asyik memandang Uhud. Ketika Rasulullah mengetahui kabar itu, beliau bersabda, "Sesungguhnya, unta itu telah diperintahkan untuk berlaku demikian. Adakah Amir mengatakan sesuatu ketika ia akan pergi meninggalkan rumahnya?"
Istrinya memberi tahu Rasulullah. Sebelum meninggalkan rumah untuk bertempur di medan perang, Amir menghadap kiblat sambil berdoa, "Ya, Allah, janganlah Engkau kembalikan aku kepada keluargaku." Itulah sebabnya, kata Rasulullah, unta itu tak mau pulang.
Kisah yang tercantum dalam kitab Himpunan Fadilah Amal karya Maulana Muhammad Zakariyya al-Kandahlawi itu menggambarkan keberanian dan kepahlawanan orang yang berjuang di jalan Allah. Mereka hanya berharap menjadi pahlawan yang gugur syahid di sisi-Nya.
Dalam surah Ali Imran [3] ayat 169-170, disebutkan bahwa orang yang gugur di jalan Allah sebenarnya tak mati, tetapi hidup di sisi Sang Khalik. Menurut Quraish Shihab, secara jasmani mereka telah mati, namun hidup dalam kehidupan yang berbeda dengan dunia.
Mereka yang gugur di jalan Allah SWT benar-benar hidup di alam yang lain, berbeda dengan alam kita. Mereka tetap bergerak, bahkan mereka lebih leluasa dari manusia di bumi ini. Mereka tahu lebih banyak dari apa yang diketahui oleh yang berdenyut jantungnya.
Di alam sana, orang-orang yang gugur di jalan Allah telah melihat dan mengetahui nomena, bukan fenomena. Mereka juga mendapat rezeki dari Allah yang sesuai dengan kehidupan alam barzah. Maka itu, mereka bergembira karena berada dalam kehidupan yang sebenarnya di sisi Allah.
Mudah-mudahan, para pahlawan yang telah gugur dalam memperjuangkan dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia menjadi pahlawan yang mendapat gelar yang paling tinggi, yaitu sebagai syuhada di sisi Allah SWT.
Republika OnLine Rabu, 10 November 2010, 11:28 WIB
http://www.republika.co.id/berita/ensiklopedia-islam/hikmah/10/11/10/145821-pahlawan-di-sisi-allah-swt

Mengenang Heroisme Pertempuran 10 November 1945 Kalah Perang Kok Jadi Hari Pahlawan?

Pemerintah menetapkan 10 November sebagai Hari Pahlawan. Itu diputuskan oleh almarhum Presiden Soekarno pada 31 Oktober 1946 melalui Surat Penetapan bernomor 9/OEM/1946. Mengapa tanggal itu dipilih padahal dalam peperangan 10 November 1945, para pejuang RI akhirnya kalah?
Pertempuran yang meletus pada 10 November 1945 berawal dari ultimatum pasukan Sekutu (yang diwakili Inggris) kepada para pejuang Indonesia, khususnya di Surabaya.
Pasukan Sekutu mulai berdatangan di Indonesia, termasuk Surabaya, pada 15 September 1945 setelah Sekutu menang Perang Dunia (PD) II melawan pasukan As –yang diperkuat Jerman dan Jepang.
“Karena Belanda berada di pihak Sekutu saat PD II, Belanda membonceng kedatangan pasukan Sekutu itu untuk mengembalikan kedudukannya di Indonesia setelah sebelumnya Indonesia jatuh ke tangan Jepang (1942-1945),” kata Eddy Emanuel Samson, 76, anggota Tim 11 Cagar Budaya Kota Surabaya kepada Surya pekan lalu.
Mengetahui diboncengi Belanda, para pejuang Indonesia tidak menyambut baik masuknya Sekutu yang berdalih untuk melucuti pasukan Jepang itu.
“Tembak-menembak sporadis terjadi antara tentara Sekutu dan pejuang Indonesia sejak 15 September itu,” tutur Hartoyik, 82, Ketua Veteran 45 Surabaya,
Puncaknya, kata Hartoyik, adalah saat ultimatum diberikan oleh Mayor Jenderal Robert Mansergh setelah tewasnya Brigadir Jenderal Mallaby (pimpinan tentara Sekutu/Inggris untuk Jawa Timur), pada 30 Oktober 1945 di sekitar Jembatan Merah. Mansergh merupakan pengganti Mallaby, dan menuduh bahwa yang menewaskan Mallaby adalah pejuang Indonesia.
Mansergh mengancam, mulai 9 November sampai 10 November pukul 06.00 WIB para pejuang harus menyerahkan diri beserta senjatanya dengan mengangkat tangan di atas kepala. Jika batas waktu 10 November itu dilewati dan ultimatum tidak dipenuhi, maka Surabaya akan digempur habis-habisan.
Benar juga, lepas pukul 06.00 WIB pada 10 November, pasukan Inggris mulai melancarkan gempuran besar-besaran dan dahsyat, dengan mengerahkan sekitar 30.000 serdadu, 50 pesawat terbang dan sejumlah besar kapal perang.
Berbagai bagian Kota Surabaya dihujani bom, ditembaki secara membabi-buta dengan meriam dari laut dan darat.
Diperkirakan, sekitar 60.000 pejuang gugur, dan sekitar 200.000 rakyat sipil berbondong-bondong mengungsi dari Surabaya untuk menghindari perang.
Akhirnya, setelah bombardir selama sekitar 100 hari, Surabaya berhasil jatuh ke tangan Sekutu.
Kalau dalam peperangan 10 November para pejuang Indonesia kalah, mengapa tanggal itu justru diperingati sebagai Hari Pahlawan?
Menurut Eddy Emanuel Samson, yang juga ketua de Indo Club Surabaya, peperangan tersebut tak bisa dilihat sebagai persoalan kalah atau menang dalam jangka pendek.
Eddy –yang lahir di Tambaksari dan berusia 12 tahun saat terjadi perang 10 November—menjelaskan, awalnya pasukan Sekutu mengira bahwa dengan persenjataan modern dalam jumlah besar, mereka akan bisa tundukkan Surabaya dalam 3 hari.
Nyatanya, perang tersebut berlangsung hampir 100 hari hingga melewati Desember 1945. Ini karena tak hanya pasukan resmi Republik Indonesia (yakni Tentara Keamanan Rakyat) yang terlibat perang. Milisi-milisi rakyat yang dibentuk oleh organisasi-organisasi keagamaan sepertu NU juga ikut mendukung setelah munculnya resolusi jihad yang dicetuskan para ulama Jatim, di antaranya KH Hasyim Asy`ari (pendiri NU), KH. Wahab Hasbullah serta para kyai pesantren lainnya.
Meskipun kalah, kegigihan dan militansi para pejuang arek-arek Suroboyo dalam menghadapi pasukan penjajah telah mengilhami rakyat di daerah-daerah lain di Indonesia untuk berani melawan penjajah baru. Di antaranya di Jakarta pada tanggal 18 November, di Semarang pada 18 November, di Riau 18 November, di Ambarawa tanggal 21 November, di Bandung 6 Desember dan di Medan pada 6 Desember.
”Perjuangan arek-arek Suroboyo telah menggugah rasa kebersamaan patriotik dalam perjuangan,” kata Eddy. Itu pula tampaknya alasan yang mendasari Pemerintah di zaman Soekarno menetapkan 10 November sebagai Hari Pahlawan.
Soal perang di Surabaya, Eddy Samson memiliki fotokopi potongan berita koran United Press terbitan Inggris. Dalam surat kabar bertanggal 22 November 1945 tertulis bahwa penyerangan sekutu di Kota Surabaya diduga telah menyebabkan 60.000 warga Kota Surabaya tewas, termasuk sekitar 5.000 warga etnis Tionghoa yang bermukim di Surabaya.
Surya Online Rabu, 10 Nopember 2010 | 07:09 WIB
http://www.surya.co.id/2010/11/10/10-november-kalah-perang-kok-jadi-hari-pahlawan.html

Minggu, 31 Oktober 2010

Memahami Keutamaan Dzikir

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Suatu hari Rasulullah SAW berkumpul bersama para sahabat. Lalu beliau bersabda, "Maukah kamu aku tunjukkan perbuatanmu yang terbaik, paling suci di sisi Rajamu (Allah), dan paling mengangkat derajatmu; lebih baik bagimu daripada berinfak dengan emas atau perak, dan lebih baik bagimu daripada bertemu dengan musuhmu, lantas kamu memenggal lehernya atau mereka memenggal lehermu?"
Serempak para sahabat berkata, "Mau (wahai Rasulullah)!" Beliau pun bersabda, "Zikir kepada Allah Yang Maha Mulia." (HR at-Tirmidzi). Hadis tersebut tidaklah berarti meremehkan amal-amal saleh selain zikir. Tetapi, Rasulullah hanya menunjukkan betapa zikir merupakan asas yang sangat penting bagi semua amal ibadah.
Beribadah kepada Allah adalah mengingat-Nya. Sesungguhnya, zikir memiliki sederet keutamaan. Salah satu keutamaan berzikir adalah menenangkan hati atau jiwa. Jiwa manusia itu memerlukan berbagai 'konsumsi' bermanfaat yang dapat menguatkannya.
Banyak manusia mengalami penderitaan jiwa, sebab tak mau kembali kepada Allah. Mereka lebih suka lari dari masalah dengan mengonsumsi minuman keras atau narkotika. Akhirnya, mereka semakin sengsara.
Sesungguhnya penawar jiwa yang paling utama adalah zikir. "(Yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allahlah hati menjadi tenteram." (QS al-Ra'd (13): 28).
Dengan berzikir, dosa-dosa seorang hamba akan digugurkan oleh Allah dan akan diberi rahmat oleh-Nya. Salah satu bentuk zikir adalah beristighfar atau meminta ampun kepada Allah. Sesungguhnya Allah sangat mencinta hamba-hamba-Nya yang senantiasa meminta ampun kepada-Nya. (QS Nuh (71) :10-12).
Selain diampuni segala dosa dan diberi rahmat, orang-orang yang senantiasa beristighfar juga akan dihindarikan dari azab Allah baik di dunia maupun di akhirat. "Dan Allah sekali-kali tak akan mengazab mereka, sedang kamu berada di antara mereka. Dan tidaklah (pula) Allah akan mengazab mereka, sedangkan mereka meminta ampun.'' (QS al-Anfaal (8): 33).
Banyak berzikir juga akan mendatangkan kemenangan dan keberuntungan. Dalam Islam, makna keberuntungan bukan hanya bersifat duniawi, tetapi juga ukhrawi. Keberuntungan ukhrawi selalu menjadi prioritas orang beriman, yang hanya diperoleh dengan cara mengingat Allah sebanyak-banyaknya. {QS al-Jumu'ah (62):10}.
Sebaliknya, orang yang tak mengingat Allah akan selalu diganggu setan. Mereka yang tidak mau mengingat Allah, berarti mengikut hawa nafsunya. Siapa yang mengikut hawa nafsunya, berarti mengikuti langkah-langkah setan dalam kehidupannya.
Orang-orang yang betul-betul beriman senantiasa mengingat Allah dalam keadaan apa pun. Kesibukan duniawi tak akan melalaikannya dari tetap berzikir kepada Allah. (QS an-Nur (24): 37). Mereka juga yakin sepenuh hati bahwa Allah tidak akan menyia-nyiakan segala amal perbuatan hambanya serta tak akan menyalahi janji-Nya.
Republika OnLine » Ensiklopedia Islam » Hikmah Selasa, 26 Oktober 2010, 10:11 WIB
http://www.republika.co.id/berita/ensiklopedia-islam/hikmah/10/10/26/142497-memahami-keutamaan-zikir

Sosok Pemuda Ideal Dihadirat Mata Allah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Kata-kata pemuda dalam Alquran diistilahkan dengan fatan, seperti firman Allah SWT pada surah al-Anbiya [21] ayat 60 tentang pemuda Ibrahim. "Mereka berkata, 'Kami dengar ada seorang pemuda yang mencela berhala-berhala ini yang bernama Ibrahim'."
Bentuk jamak dari fatan adalah fityah (pemuda-pemuda), seperti kisah pemuda-pemuda Ashabul Kahfi pada surah al-Kahfi [18] ayat 13. "Kami kisahkan kepadamu (Muhammad) cerita ini dengan benar. Sesungguhnya, mereka adalah pemuda-pemuda yang beriman kepada Tuhan mereka dan Kami tambah pula untuk mereka petunjuk."
Dalam hadis, pemuda sering diistilahkan dengan kata-kata syaabun. Dalam sebuah hadis riwayat Imam Bukhari, disebutkan bahwa di antara tujuh kelompok yang akan mendapatkan naungan Allah SWT pada hari ketika tak ada naungan, selain naungan-Nya, adalah syaabun nasya'a fii 'ibaadatillaah (pemuda yang tumbuh berkembang dalam pengabdian kepada Allah SWT).
Eksistensi dan peranan pemuda sangat penting. Dalam Alquran ataupun hadis, banyak diungkapkan karakteristik sosok pemuda ideal yang harus dijadikan teladan oleh pemuda yang bercita-cita sebagai orang atau pemimpin sukses. Pertama, memiliki keberanian (syaja'ah) dalam menyatakan yang hak (benar) itu hak (benar) dan yang batil (salah) itu batil (salah). Lalu, siap bertanggung jawab serta menanggung risiko ketika mempertahankan keyakinannya.
Contohnya adalah pemuda Ibrahim yang menghancurkan berhala-berhala kecil, lalu menggantungkan kapaknya di leher berhala yang paling besar untuk memberikan pelajaran kepada kaumnya bahwa menyembah berhala itu (tuhan selain Allah SWT) sama sekali tidak ada manfaatnya. Kisah keberaniannya dikisahkan dalam surah al-Anbiya [21] ayat 56-70.
Kedua, memiliki rasa ingin tahu yang tinggi (curiosity) untuk mencari dan menemukan kebenaran atas dasar ilmu pengetahuan dan keyakinan. Artinya, tidak pernah berhenti dari belajar dan menuntut ilmu pengetahuan (QS al-Baqarah [2]: 260). Ketiga, selalu berusaha dan berupaya untuk berkelompok dalam bingkai keyakinan dan kekuatan akidah yang lurus, seperti pemuda-pemuda Ashabul-Kahfi yang dikisahkan Allah SWT pada surah al-Kahfi [18] ayat 13-25. Jadi, berkelompok bukan untuk hura-hura atau sesuatu yang tidak ada manfaatnya.
Keempat, selalu berusaha untuk menjaga akhlak dan kepribadian sehingga tidak terjerumus pada perbuatan asusila. Hal ini seperti kisah Nabi Yusuf dalam surah Yusuf [12] ayat 22-24. Kelima, memiliki etos kerja dan etos usaha yang tinggi serta tidak pernah menyerah pada rintangan dan hambatan. Hal itu dicontohkah pemuda Muhammad yang menjadikan tantangan sebagai peluang hingga ia menjadi pemuda yang bergelar al-amin (tepercaya) dari masyarakatnya.
Dalam memperingati Hari Sumpah Pemuda, 28 Oktober, sosok pemuda ideal yang dicontohkan dalam Alquran dan hadis diharapkan bisa menjadi sumber inspirasi bagi para pemuda Indonesia masa kini. Wallahu a'lam.
Republika OnLine » Ensiklopedia Islam » Hikmah Jumat, 29 Oktober 2010, 10:50 WIB
http://www.republika.co.id/berita/ensiklopedia-islam/hikmah/10/10/29/143264-sosok-pemuda-ideal-di-mata-allah

Mencari Teman Sejati

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Sebagai makhluk sosial, manusia memiliki kecenderungan untuk berteman. Islam menganjurkan untuk menjalin pertemanan dengan baik. Pertemanan yang di dalamnya saling menasihati untuk menetapi kebenaran dan kesabaran (QS Al-'Ashr [103]: 3).
Islam juga mengingatkan penganutnya agar berhati-hati dalam memilih teman. Sayidina Ali RA pernah berkata, "Kalau kalian ingin melihat kepribadian seseorang, lihatlah bagaimana teman-temannya." Rasulullah juga mengingatkan, "Seseorang itu dipengaruhi oleh agama teman-temannya. Oleh sebab itu, berhati-hatilah dengan siapa kita bergaul."
Ali Zaenal Abidin berkata kepada putranya, "Wahai anakku, berhati-hatilah terhadap lima kelompok. Jangan berteman dan jangan berbicara kepada mereka, serta jangan menjadikannya teman dalam perjalanan." Lalu putranya bertanya tentang lima kelompok itu.
Sang ayah pun menjawab, "Pertama, berhati-hatilah dan jangan bergaul dengan orang yang berkata dusta. Dia bagaikan bayangan yang mendekatkan engkau dari sesuatu yang jauh dan menjauhkan engkau dari hal yang dekat. Kedua, berhati-hatilah dan jangan bergaul dengan orang yang fasik, sebab dia akan menjualmu seharga butiran atau lebih rendah dari itu."
"Ketiga, berhati-hatilah engkau dan jangan bergaul dengan orang kikir, sebab dia akan menjauhkanmu dari hartanya ketika engkau memerlukannya. Keempat, berhati-hatilah engkau dan jangan bergaul dengan orang yang dungu, sebab dia ingin mendapat manfaat darimu, tetapi mencelakakanmu. Kelima, berhati-hatilah dan jangan bergaul dengan orang yang tidak memperhatikan kerabatnya, sebab aku mendapatkannya sebagai orang yang dilaknat Alquran dalam tiga tempat (ayat)."
Nasihat itu menunjukkan bahwa pertemanan sejati dapat dijalin dengan kejujuran, ketaatan beragama, kedermawanan, kemauan belajar, dan silaturahim. Kejujuran dapat menunjukkan dan menerima kebenaran. Kedermawanan dapat mendekatkan hubungan antarmanusia. Kemauan belajar dapat membuat orang saling memahami dan menghargai. Sedangkan, silaturahim dapat menjalin persaudaraan, umur panjang, dan kelimpahan rezeki.
Dalam pandangan Islam, teman juga dapat berupa perilaku atau amal. Oleh sebab itu, umat Islam dianjurkan mencari dan membinanya. Iman dan amal saleh dalam pandangan Islam dapat menolong dan menyelamatkan seseorang dari kehinaan.
Sayidina Ali berkata, "Sesungguhnya, ada tiga jenis teman bagi seorang Muslim. Pertama, teman yang berkata, 'Aku bersamamu di kala engkau hidup atau pun mati,' dan inilah amalnya. Kedua, teman yang berkata, 'Aku bersamamu hanya sampai kuburanmu, kemudian meninggalkanmu,' Inilah anaknya."
"Ketiga, teman yang berkata, 'Aku bersamamu hingga engkau mati,' inilah kekayaannya yang akan menjadi milik ahli waris ketika dia meninggal." Amal salehlah yang dapat menolong seseorang tatkala menghadapi pengadilan Tuhan dan tatkala tiada seorang pun sebagai penolong." Oleh karena itu, setiap Muslim perlu memperhatikan etika pertemanan dan berusaha menjadi teman yang sejati.
Republika OnLine » Ensiklopedia Islam » Hikmah Senin, 25 Oktober 2010, 09:21 WIB
http://www.republika.co.id/berita/ensiklopedia-islam/hikmah/10/10/25/142215-mencari-teman-sejati
Red: Budi Raharjo
Rep: Oleh Nurkholik

Kamis, 28 Oktober 2010

Apakah Menulis Bisa Mudah dan Cepat?

Itu pertanyaan yang lama sekali mengganggu pikiran saya. Jika anda meyakini bahwa menulis adalah sebuah keterampilan, mestinya ada panduan yang benar-benar bisa memandu orang untuk menulis secara mudah dan cepat.
Ada nasihat yang sudah lama saya dengar: Menulislah sebagaimana anda bicara. Saya kira anda bisa mendapatkan titik terang dari sana. Ketika anda bicara, anda tidak merisaukan kata-kata yang anda sampaikan. Ketika anda bicara, gagasan anda mudah ditangkap oleh lawan bicara anda. Ketika anda bicara, anda tidak terlalu berpikir apakah anda akan menggunakan kata-kata yang sanggup mengguncangkan dunia atau, setidaknya, membikin ayan pendengar anda. Anda berbicara lancar karena anda sudah menguasai kecakapan itu.
Maka, ketika anda menulis seperti anda bicara, gagasan yang anda sampaikan dalam tulisan anda pastilah bisa ditangkap dengan mudah. Dan anda akan menulis lebih cepat dan lebih lancar. Atau anda memang ingin menulis dalam cara yang tidak mudah dipahami?
Saya kira itu warisan dari pelajaran kesastraan yang kita dapatkan di SMP. Oleh buku pelajaran sastra SMP, kita diberi tahu bahwa konon bahasa kesusastraan adalah bahasa yang berbeda dari bahasa yang kita gunakan sehari-hari. Bahasa kesusastraan adalah bahasa indah, kalau bisa setiap kata harus ditumbuhi sayap yang akan terus mengepak-ngepak sampai tiba hari kiamat. Setiap kata dalam karya sastra, kalau kita menjualnya eceran, mungkin harganya Rp50 ribu, sementara bahasa sehari-hari harganya Rp1.000,- saja. Untuk membenarkan anggapan itu, kita diberi contoh-contoh puisi karya J.E. Tatengkeng, Amir Hamzah, dan sebagainya, yang memang menggunakan bahasa Melayu dengan rasa bahasa zaman itu. Tentu saja itu jauh berbeda dibandingkan bahasa keseharian kita sekarang.
Penanaman keyakinan semacam itu mengenai bahasa kesusastraan saya kira telah mewariskan ketegangan pada siapa saja yang berniat menulis. Saya sudah lama tidak membaca buku pelajaran kesusastraan SMP, sehingga tidak tahu lagi apakah pandangan tentang sastra masih seperti itu atau sudah berubah.
Namun, terus terang, pelajaran itu sempat memberikan beban mahaberat kepada saya ketika saya mula-mula belajar menulis. Yang membuat saya bisa menyingkirkan beban pelajaran SMP dan lebih rileks dalam urusan tulis-menulis adalah adanya orang-orang yang tidak memedulikan apakah setiap kata dalam tulisan mereka harus kata-kata besar atau kata-kata yang mungil belaka. Penulis Ernest Hemingway mengatakan, “... ada kata-kata yang lebih lazim, lebih simpel, dan lebih baik, dan kata-kata seperti itulah yang saya gunakan.” Dan dengan keyakinan semacam itu, ia menjadi penulis yang produktif. Penulis fiksi ilmiah paling produktif, Isaac Asimov, menyatakan hal yang kurang lebih serupa ketika ditanya apa rahasia kreativitasnya. “Karena saya menulis simpel dan apa adanya,” katanya.
Jadi apakah menulis bisa dilakukan secara mudah dan cepat?
Sekarang saya akan menjawab itu dengan sebuah pertanyaan juga: Kenapa tidak membuktikannya? Penulis kita Budi Darma membuktikan itu dengan menyelesaikan salah satu bukunya dalam waktu seminggu. Edward de Bono menulis Buku tentang Kearifan hanya dalam waktu empat pagi hari. "Karena siang hari terlalu panas, dan malamnya ada acara," katanya. Robert L. Stevenson konon menulis salah satu novelnya yang sangat terkenal The Strange Case of Dr. Jekyll and Mr. Hyde dalam waktu 72 jam. Dan dalam urusan kecepatan ini, contoh yang sangat fenomenal adalah Issac Asimov. Ia menulis ratusan novel fiksi ilmiah dan terus mampu mempertahankan kecepatan dan kualitas penulisannya dengan cara “simpel dan apa adanya.”

Apa Rahasia Menulis Cepat
Rahasia menulis cepat adalah anda menulis secepat-cepatnya. Jika anda tersendat-sendat, dan sangat mencintai tombol backspace, maka saya harus mengingatkan lagi, singkirkan pikiran anda. Ia punya bagiannya nanti. Anda hanya perlu menumpahkan apa saja secepat-cepatnya. Mungkin kalimat anda tidak runtut, tulisan anda salah-salah ketik. Tidak ada masalah dengan itu. Kalimat anda meloncat-loncat, tidak apa-apa. Yang pentinga adalah anda terus bergerak maju dengan kecepatan tinggi. Anda tidak perlu merisaukan apa pun.
Ketika anda mengerjakan sesuatu tanpa berpikir, anda bisa menyelesaikan urusan itu secara cepat. Berpikir keras biasanya hanya kita lakukan ketika kita sedang dalam tahap belajaran untuk menguasai keterampilan tertentu. Ketika kita sudah cakap, kita bisa mengerjakannya “di luar kepala.” Saya kira kecakapan menulis juga tidak terlepas dari hukum itu.
Apa lagi rahasia menulis cepat? Menulislah seperti anda bicara. Tampaknya ini adalah formulasi lain untuk pernyataan Isaac Asimov tentang menulis secara simpel dan apa adanya.
Masih ada lagi? Buatlah pertanyaan. Anda akan menulis lancar dengan cara merespons pertanyaan. Dan jawaban atas sebuah pertanyaan akan menghasilkan tulisan sepanjang apa pun yang anda kehendaki. Dan anda hanya perlu menulis secepat-cepatnya ketika menjawab pertanyaan itu.
Sumber: http://as-laksana.blogspot.com/2010/09/apakah-menulis-bisa-mudah-dan-cepat.html

Apakah Menulis Bisa Mudah dan Cepat?

Itu pertanyaan yang lama sekali mengganggu pikiran saya. Jika anda meyakini bahwa menulis adalah sebuah keterampilan, mestinya ada panduan yang benar-benar bisa memandu orang untuk menulis secara mudah dan cepat.
Ada nasihat yang sudah lama saya dengar: Menulislah sebagaimana anda bicara. Saya kira anda bisa mendapatkan titik terang dari sana. Ketika anda bicara, anda tidak merisaukan kata-kata yang anda sampaikan. Ketika anda bicara, gagasan anda mudah ditangkap oleh lawan bicara anda. Ketika anda bicara, anda tidak terlalu berpikir apakah anda akan menggunakan kata-kata yang sanggup mengguncangkan dunia atau, setidaknya, membikin ayan pendengar anda. Anda berbicara lancar karena anda sudah menguasai kecakapan itu.
Maka, ketika anda menulis seperti anda bicara, gagasan yang anda sampaikan dalam tulisan anda pastilah bisa ditangkap dengan mudah. Dan anda akan menulis lebih cepat dan lebih lancar. Atau anda memang ingin menulis dalam cara yang tidak mudah dipahami?
Saya kira itu warisan dari pelajaran kesastraan yang kita dapatkan di SMP. Oleh buku pelajaran sastra SMP, kita diberi tahu bahwa konon bahasa kesusastraan adalah bahasa yang berbeda dari bahasa yang kita gunakan sehari-hari. Bahasa kesusastraan adalah bahasa indah, kalau bisa setiap kata harus ditumbuhi sayap yang akan terus mengepak-ngepak sampai tiba hari kiamat. Setiap kata dalam karya sastra, kalau kita menjualnya eceran, mungkin harganya Rp50 ribu, sementara bahasa sehari-hari harganya Rp1.000,- saja. Untuk membenarkan anggapan itu, kita diberi contoh-contoh puisi karya J.E. Tatengkeng, Amir Hamzah, dan sebagainya, yang memang menggunakan bahasa Melayu dengan rasa bahasa zaman itu. Tentu saja itu jauh berbeda dibandingkan bahasa keseharian kita sekarang.
Penanaman keyakinan semacam itu mengenai bahasa kesusastraan saya kira telah mewariskan ketegangan pada siapa saja yang berniat menulis. Saya sudah lama tidak membaca buku pelajaran kesusastraan SMP, sehingga tidak tahu lagi apakah pandangan tentang sastra masih seperti itu atau sudah berubah.
Namun, terus terang, pelajaran itu sempat memberikan beban mahaberat kepada saya ketika saya mula-mula belajar menulis. Yang membuat saya bisa menyingkirkan beban pelajaran SMP dan lebih rileks dalam urusan tulis-menulis adalah adanya orang-orang yang tidak memedulikan apakah setiap kata dalam tulisan mereka harus kata-kata besar atau kata-kata yang mungil belaka. Penulis Ernest Hemingway mengatakan, “... ada kata-kata yang lebih lazim, lebih simpel, dan lebih baik, dan kata-kata seperti itulah yang saya gunakan.” Dan dengan keyakinan semacam itu, ia menjadi penulis yang produktif. Penulis fiksi ilmiah paling produktif, Isaac Asimov, menyatakan hal yang kurang lebih serupa ketika ditanya apa rahasia kreativitasnya. “Karena saya menulis simpel dan apa adanya,” katanya.
Jadi apakah menulis bisa dilakukan secara mudah dan cepat?
Sekarang saya akan menjawab itu dengan sebuah pertanyaan juga: Kenapa tidak membuktikannya? Penulis kita Budi Darma membuktikan itu dengan menyelesaikan salah satu bukunya dalam waktu seminggu. Edward de Bono menulis Buku tentang Kearifan hanya dalam waktu empat pagi hari. "Karena siang hari terlalu panas, dan malamnya ada acara," katanya. Robert L. Stevenson konon menulis salah satu novelnya yang sangat terkenal The Strange Case of Dr. Jekyll and Mr. Hyde dalam waktu 72 jam. Dan dalam urusan kecepatan ini, contoh yang sangat fenomenal adalah Issac Asimov. Ia menulis ratusan novel fiksi ilmiah dan terus mampu mempertahankan kecepatan dan kualitas penulisannya dengan cara “simpel dan apa adanya.”

Apa Rahasia Menulis Cepat
Rahasia menulis cepat adalah anda menulis secepat-cepatnya. Jika anda tersendat-sendat, dan sangat mencintai tombol backspace, maka saya harus mengingatkan lagi, singkirkan pikiran anda. Ia punya bagiannya nanti. Anda hanya perlu menumpahkan apa saja secepat-cepatnya. Mungkin kalimat anda tidak runtut, tulisan anda salah-salah ketik. Tidak ada masalah dengan itu. Kalimat anda meloncat-loncat, tidak apa-apa. Yang pentinga adalah anda terus bergerak maju dengan kecepatan tinggi. Anda tidak perlu merisaukan apa pun.
Ketika anda mengerjakan sesuatu tanpa berpikir, anda bisa menyelesaikan urusan itu secara cepat. Berpikir keras biasanya hanya kita lakukan ketika kita sedang dalam tahap belajaran untuk menguasai keterampilan tertentu. Ketika kita sudah cakap, kita bisa mengerjakannya “di luar kepala.” Saya kira kecakapan menulis juga tidak terlepas dari hukum itu.
Apa lagi rahasia menulis cepat? Menulislah seperti anda bicara. Tampaknya ini adalah formulasi lain untuk pernyataan Isaac Asimov tentang menulis secara simpel dan apa adanya.
Masih ada lagi? Buatlah pertanyaan. Anda akan menulis lancar dengan cara merespons pertanyaan. Dan jawaban atas sebuah pertanyaan akan menghasilkan tulisan sepanjang apa pun yang anda kehendaki. Dan anda hanya perlu menulis secepat-cepatnya ketika menjawab pertanyaan itu.
Sumber: http://as-laksana.blogspot.com/2010/09/apakah-menulis-bisa-mudah-dan-cepat.html

Rabu, 20 Oktober 2010

Menjauhi Penyakit Hati

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Suatu hari, seorang laki-laki menemui Nabi Muhammad SAW, "Wahai Rasulullah, berwasiatlah kepadaku." Lalu Rasulullah bersabda, "Janganlah kamu marah!" Beliau mengulanginya berkali-kali, lalu bersabda, "Janganlah kamu marah." (HR Bukhari)
Hadis yang diriwayatkan Abu Hurairah RA di atas berisi wasiat Rasulullah kepada umatnya agar menjauhi berbagai penyakit hati, seperti marah, dendam, iri, serta dengki kepada sesama. Ada dua jenis penyakit yang senantiasa melekat pada tubuh manusia, yaitu penyakit fisik dan penyakit hati.
Penyakit fisik terkadang mendapat perhatian lebih ketimbang penyakit hati. Padahal, penyakit hati pun berpotensi menimbulkan efek yang luar biasa. Banyak yang tak menyadari bahwa penyakit hati merupakan sesuatu yang berbahaya.
Berbeda dengan penyakit fisik yang kasat mata dan dapat dirasakan, penyakit hati justru tersembunyi. Meski tak terlihat, penyakit hati akan melahirkan gangguan psikologis yang berpengaruh pada kesehatan fisik. Salah satu penyakit hati yang sering kali muncul pada seorang manusia adalah dendam.
Dendam merupakan kumpulan marah dan amarah yang bisa menggerogoti kebersihan hati. Seorang yang menyemai dendam dalam hatinya, tak akan mengalami ketidaktenangan diri, sebelum kemarahannya terlampiaskan. Sering kali orang mengabaikan penyakit hati ini. Padahal, tidak sedikit masalah yang besar lahir justru berawal dari penyakit hati ini.
Ada dua dampak yang akan dialami oleh orang-orang yang memiliki penyakit hati. Pertama, orang yang memiliki penyakit hati, ketika menguasai ilmu, maka ilmunya tidak bermanfaat dan tidak menjadikannya lebih dekat kepada Allah SWT. Kedua, tidak bisa fokus atau khusyuk dalam beraktivitas. Dalam menjalankan ibadah, misalnya, tidak bisa mengkhusyukkan hatinya sehingga tidak bisa menikmati keajaiban amalan ibadah yang dilakukannya.
Ketika hati sudah sakit dan rusak, maka sangat sulit bagi seseorang untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Sang Khalik menciptakan hati pada diri manusia sebagai tempat bersemayam diri-Nya. "Langit dan bumi tidak dapat meliputi-Ku, hanya hati yang dapat meliputi-Ku,'' demikian bunyi salah satu Hadis Qudsi.
Hadis itu menunjukkan betapa hati memiliki fungsi yang penting untuk mengenal, mencintai, dan menemui Allah SWT. Hati yang berpenyakit ditandai dengan tertutupnya mata batin dari penglihatan-penglihatan ruhaniah. Manusia tak akan menemukan kepuasan dan kebahagiaan puncak, jika hatinya tertutup berbagai penyakit hati.
Hanya dengan selalu bertobat, berzikir, dan mengerjakan berbagai amalan ibadah dan aktivitas yang sesuai syariat-Nya, hati ini akan bersih. Sesungguhnya hati ini adalah taman yang harus senantiasa dibersihkan dan ditata.
"Hai anak Adam, Aku telah menciptakan taman bagimu, dan sebelum kamu bisa masuk ke taman ciptaan-Ku, Aku usir setan dari dalamnya. Dan dalam dirimu ada hati, yang seharusnya menjadi taman yang engkau sediakan bagi-Ku." (Hadis Qudsi).
Red: Budi Raharjo
Rep: Oleh Encep Dulwahab
Republika OnLine » Ensiklopedia Islam » Hikmah
Selasa, 19 Oktober 2010, 09:32 WIB
http://www.republika.co.id/berita/ensiklopedia-islam/hikmah/10/10/19/141042-menjauhi-penyakit-hati

Menaklukkan Hawa Nafsu

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Dikisahkan, sekembalinya dari sebuah pertempuran, Rasulullah SAW berkata, "Kita baru saja pulang dari jihad (perang) kecil menuju jihad terbesar (al-jihad al-akbar)." Sambil terperangah, para sahabat bertanya, "Apakah gerangan perang terbesar itu wahai Rasulullah?" Nabi menjawab, ''Mujahadat al-Nafs" (perang menaklukkan diri sendiri). (HR Baihaqi dari Jabir).
Meskipun dipandang lemah oleh al-Albani dalam Silsilat al-Dha`if wa al-Maudhu`ah, hadis ini sesungguhnya dapat dipandang sahih ditilik dari segi maknanya (shahih fi al-ma`na). Ada beberapa hadis lain yang semakna dan derajat kualitasnya lebih tinggi. Di antaranya hadis yang menyatakan, "Petarung sejati (mujahid) adalah orang yang mampu menaklukkan dirinya sendiri. Orang yang hijrah adalah orang yang mampu meninggalkan keburukan.'' (HR Ahmad dan Baihaqi dari Fadhalah ibn `Ubaid).
Untuk keluar sebagai pemenang dalam perang terbesar ini, kita perlu mengetahui dan melakukan beberapa hal. Pertama, mengenali musuh utama kita sendiri, yaitu hawa nafsu. Dalam Alquran, kata hawa bermakna keinginan atau kecenderungan kepada sesuaatu yang buruk atau sesuatu yang melawan kebenaran dan kebaikan.
Disebut hawa, menurut pakar bahasa al-Ishfahani, karena keinginan itu membikin manusia lalai (wahiyah) di dunia dan menjerumuskannya ke dalam neraka (hawiyah) di akhirat. "Dan siapakah yang lebih sesat daripada orang yang mengikuti hawa nafsunya dengan tidak mendapat petunjuk dari Allah sedikit pun." (QS Qashash (28): 50).
Kedua, mengelola dan mengendalikan nafsu dengan menggunakan kekuatan dan kecerdasan akal. Menurut filosof Muslim Ibnu Masykawaih, akal bukan hanya alat berpikir, melainkan juga alat kontrol dan pengendali (tadbir) kecederungan-kecenderungan yang bersifat destruktif dalam diri. Jadi, akal harus kendalikan nafsu.
Ketiga, melawan dan menolak kecenderungan nafsu, yakni tidak menuruti dan mengikuti kemauannya. Kalau Anda ingin menemukan kebenaran, demikian disarankan oleh orang bijak, maka perhatikanlah keinginan dan kecenderungan Anda, lalu ambillah sesuatu yang bertolak belakang dengan keinginan itu. Itulah kebenaran dan itulah yang dinamakan "Mukhalafat al-Hawa".
Keempat, menaklukkan nafsu dan menguasai sepenuh-penuhnya. Menurut Ghazali, perang dan pertarungan melawan nafsu berlangsung setiap saat. Dalam pertarungan ini, kita bisa menang pada suatu waktu, tetapi kalah pada waktu yang lain. Begitulah seterusnya, menang dan kalah silih berganti.
Namun, bagi orang-orang tertentu, yang terpelajar dan terlatih, serta mendapat pertolongan dari Allah, mereka mampu menaklukkannya dan keluar sebagai pemenang. Mereka itulah yang dinamakan petarung sejati. Allah SWT menjanjikan kemuliaan dan surga kepada mereka. "Dan adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari keinginan nafsunya, maka sesungguhnya surgalah tempat tinggal-(nya)." (QS al-Nazi`at (79):40-41). Wallahu a`lam
Red: Budi Raharjo
Rep: Dr A lyas Ismail MA
Republika OnLine » Ensiklopedia Islam » Hikmah
Rabu, 20 Oktober 2010, 10:00 WIB
http://www.republika.co.id/berita/ensiklopedia-islam/hikmah/10/10/20/141302-menaklukkan-hawa-nafsu

Minggu, 17 Oktober 2010

Menyikapi Musuh

“Disadari atau tidak, ternyata tidak sedikit orang yang hancur luluh keimanannya hanya karena ketidakmampuannya menghadapi musibah dalam hidup. Salah satu penyebabnya karena salah dalam memahami makna musibah dan salah pula dalam menyikapinya. Kesalahan seseorang dalam memaknai dan menyikapi musibah akibatnya bisa sangat fatal terhadap keimanannya.”
Bagi seorang mu’min tentu meyakini bahwa, segala sesuatu hanya akan terjadi di dunia ini karena, “Kun Fayakun” Allah, sehingga segala sesuatu yang terjadi dalam kehidupan ini terutama yang tidak kita inginkan harusnya menjadi bahan “muhasabah” (introspeksi) atau “tazkirah” (peringatan) apa yang sebenarnya sedang Allah rencanakan untuk kita.
Berbicara masalah musibah, sebenarnya musibah adalah sesuatu yang mutlak akan dialami oleh manusia dalam menjalani kehidupannya, baik seseorang itu yang kafir maupun mu'min. Jika musibah menimpa orang yang kafir, pasti itu adalah azab. Allah SWT berfirman: “Dan sesungguhnya Kami merasakan kepada mereka sebahagian azab yang dekat (di dunia), sebelum azab yang lebih besar (di akhirat), mudah-mudahan mereka kembali (ke jalan yang benar)” (QS. As Sajdah, 32 : 21).
Namun, jika menimpa orang yang mu'min, pasti itu adalah bentuk kasih-sayang Allah SWT. Dalam sebuah hadits Rasulullah Saw pernah menyatakan, "Jika Allah sudah mencintai suatu kaum maka Allah SWT akan memberikan bala, ujian atau cobaan". Ini semakin mempertegas kepada kita bahwa musibah bagi orang-orang yang mu'min itu sebagai bentuk kasih-sayang.
Paling tidak, ada "tiga" kemungkinan yang mendasari terjadinya musibah yang menurut Al Qur'an sebagai bentuk kasih-sayang Allah SWT kepada orang-orang mu'min. Pertama, sebagai ujian keimanan bagi orang mu'min. Kasih-sayang Allah kepada hamba-Nya yang mu'min di antaranya ditunjukkan-Nya dengan menurunkan musibah dengan memberikan peluang kepada hamba-hamba-Nya yang mu'min untuk mengikuti ujian dalam proses peningkatan keimanannya. Allah SWT berfirman: "Adakah manusia mengira bahwa mereka akan dibiarkan saja oleh Allah untuk menyatakan, "aamannaa" (kami telah beriman) padahal Kami belum lagi memberikan ujian kepada mereka. Sungguh telah Kami uji umat sebelum mereka, dengan ujian itu jelaslah oleh Kami siapa yang benar pengakuan keimanannya itu dan siapa pula yang dusta" (Al Ankabuut, 29 : 2-3).
Hakikatnya ujian itu sendiri sebenarnya adalah sesuatu hal yang sangat positif, yang tidak positif adalah jika seseorang yang telah diberi peluang untuk mengikuti ujian lalu ia tidak memanfaatkan peluang tersebut secara optimal sehingga tidak lulus. Betapa ruginya seseorang jika tidak diberi kesempatan untuk mengikuti ujian. Sebaliknya, alangkah beruntung dan bahagianya seseorang yang telah diberi peluang mengikuti ujian dan berhasil lulus dalam ujiannya.
Disadari atau tidak, selama ini kita mungkin telah banyak melakukan kekeliruan dalam memaknai dan menyikapi musibah yang terjadi. Kadang pandangan kita selama ini dalam memaknai dan menyikapi musibah terlalu cenderung pada nilai duniawi. Kemudian kita menganggap ujian itu sebagai bentuk musibah yang sebenarnya sesuatu yang tidak diharapkan. Sehingga ukuran keshalehan seseorang pun kadang dilihat dari kurangnya musibah dalam hidupnya. Ini pandangan yang keliru terhadap makna musibah yang sebenarnya.
Kedua, boleh jadi musibah sebagai bentuk kasih-sayang Allah SWT kepada orang-orang mu'min "bukan" sebagai ujian keimanan, tetapi justru karena Allah SWT sedang memilihkan hal yang terbaik bagi hamba-hamba-Nya yang dicintai-Nya. Namun, karena ketidakmampuan untuk bisa memahami hikmah di balik dari suatu peristiwa, lantas kita akhirnya menganggap peristiwa yang terjadi itu sebagai musibah.
Karena ketidakmungkinan manusia “memastikan” apa yang akan terjadi (QS. Lukman : 34) maka acapkali kita tidak bisa memahami hikmah di balik peristiwa yang sedang terjadi. Terkadang kita baru bisa merasakan hikmahnya setelah sekian lama mengalaminya. Pada saat peristiwa boleh jadi kita menganggapnya sebagai musibah, tapi setelah berlalu beberapa waktu mungkin seminggu, sebulan bahkan mungkin setelah beberapa tahun, barulah kita menyatakan rasa syukur setelah menyadari hikmahnya.
Sebagai contoh, seseorang sudah berniat bahkan telah melakukan berbagai macam persiapan untuk menghadiri suatu acara penting yang tempatnya jauh dari domisilinya di antaranya dengan memesan tiket pesawat. Pada saat pemberangkatan, atas takdir-Nya ternyata ia terlambat hanya beberapa menit. Ungkapan perasaan yang muncul saat itu mungkin ungkapan dalam bentuk cacian, makian atau dan lain sebagainya. Setelah beberapa saat kemudian melalui berita yang bersangkutan mendengar bahwa pesawat yang semula akan ditumpanginya jatuh. Barulah saat itu dia sadar dan bersyukur karena tertinggal pesawat.
Karena ketidakmampuan membaca hikmah dari suatu peristiwa, maka sering terjadi orang yang semestinya bersyukur malah mencaci-maki, yang semestinya tertawa malah menangis. Sebaliknya, dia tertawa pada saat seharusnya dia menangis. Semua ini terjadi oleh sebab ketidakmampuan manusia memastikan apa yang akan terjadi, Allah SWT berfirman: "Tidak ada satu jiwa pun yang bisa mengetahui apa yang akan terjadi besok"(Luqman, 31 : 34).
Di lain sisi Allah SWT juga mengingatkan, "Boleh jadi kamu sangat tidak menyukai peristiwa yang menimpa diri kamu, padahal itu sangat baik sekali bagimu. Boleh jadi sesuatu itu yang sangat kamu sukai, padahal sesuatu itu yang sangat tidak baik bagi kamu. Hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui, kalian tidak tahu apa-apa" (Al Baqarah, 2 : 216). Oleh karena ketidakmampuan kita dalam memahami hikmah dari satu peristiwa yang menimpa kehidupan kita, maka kita menganggap sesuatu itu tidak baik padahal ia sangat baik. Sebaliknya, kita menganggap sesuatu itu tidak baik, padahal ia sangat baik bagi kita. Jadi, sangat mungkin sekali bahwa musibah yang menimpa diri kita saat ini sebenarnya bentuk kasih-sayang-Nya, karena Allah sedang memilihkan sesuatu yang terbaik bagi kita dunia dan akhirat.
Ketiga, bisa juga musibah yang menimpa kehidupan seorang mu'min "bukan" sebagai ujian keimanan dan "bukan" pula pilihan Allah yang terbaik, tetapi semata-mata azab dari Allah SWT bagi seorang mu’min masih dalam konteks kasih-sayang-Nya. Karena menurut Allah SWT hamba-Nya yang mu'min itu sudah mulai jauh meninggalkan syari’at-Nya di mana yang bersangkutan baru akan sadar jika diturunkan azab sebagai peringatan kepadanya agar ia segera kembali hidup di jalan yang diridhai-Nya.
Kalau musibah itu merupakan ujian keimanan, maka kita harus bersyukur. Lebih bersyukur lagi kalau musibah itu adalah pilihan Allah yang terbaik, berarti Allah sedang sangat sayang kepada kita, sedang membimbing dan menunjukkan apa yang terbaik bagi kita. Bahkan, kalau pun musibah itu sebagai azab, tetap saja kita harus bersyukur kepada-Nya karena Allah masih mau mengingatkan agar segera bertaubat dan memperbaiki diri sebelum ajal menjemput kita.
Sebelum tulisan ini saya akhiri, saya mengajak sidang pembaca untuk merenung sejenak terhadap sebuah kisah yang layak kita jadikan "ibrah" (pelajaran) bagi kita, di mana betapa luar biasanya buah keimanan dapat mengecilkan arti musibah duniawi. Dikisahkan salah seorang tabi'in bernama Urwah bin Zabir, yang Allah takdirkan salah satu kakinya dari lutut ke bawah sakit hingga membusuk. Tak lama kemudian didatangkan 4 orang Tabib sebagai upaya penyembuhan. Ternyata hasil diagnosa 4 Tabib menyimpulkan bahwa tidak ada cara lain kecuali harus diamputasi kaki yang membusuk tersebut. Jika tidak, maka dikhawatirkan penyakitnya akan menjalar ke seluruh tubuh.
Ketika berita ini disampaikan kepada Urwah, dengan tenang dia mengatakan, kalau memang itu adalah keputusan para Tabib, kenapa tidak segera dilakukan ? Sebelum pelaksanaan operasi, disodorkanlah oleh Tabib minuman kepada Urwah sambil mengatakan, silakan anda minum terlebih dahulu. Ketika Urwah mau meminumnya terciumlah aroma lain, maka dia bertanya, minuman apa ini ? “Arak”, kata Tabib. Maksudnya apa, tanya Urwah. Jawab Tabib: “supaya anda mabuk agar mengurangi sedikit rasa sakit karena sebentar lagi kaki anda akan kami gergaji mulai dari kulit, daging hingga tulang. Dan, tentu saja akan terjadi pendarahan yang luar biasa. Supaya darah tidak terus mengalir, maka sudah kami siapkan "kuali" dengan minyak goreng yang sudah mendidih. Setelah kaki anda dipotong agar jangan terus mengeluarkan darah maka kaki anda itu akan kami masukkan ke dalam kuali agar cepat kering.
Jawab Urwah, “Sungguh sulit diterima akal sehat jika ada seorang mu'min yang beriman kepada Allah lantas dia meminum sesuatu untuk menghilangkan akalnya. Sehingga dia sudah tidak ingat lagi siapa Tuhannya? Betapa saya meragukan keimanan seseorang yang sampai mau meminum khamr sehingga dia tidak sadar bahwa Allah itu ada, bagaimana bisa diyakini keimanan seperti itu. Saya tidak ingin sedikit pun termasuk orang seperti itu, untuk itu buanglah jauh-jauh khamr dari depan mukaku”.
“Lantas apa yang mesti kami lakukan?”, kata Tabib. Urwah berkata: “setelah saya memberi isyarat dengan tangan saya, silakan laksanakan tugas kalian, gergaji kaki saya dan masukkan ke dalam kuali”. Lalu Urwah pun asyik khusyu’ berzikir sampai kemudian dia angkat tangannya sambil terus berzikir memejamkan mata pertanda dia sudah siap untuk digergaji kakinya. Maka digergajilah kaki Urwah dan langsung dimasukkan dalam kuali. Konon, dia sempat pingsan. Setelah siuman, sambil tetap berbaring di tempat tidur, dia meminta kepada orang di sekelilingnya agar potongan kakinya tersebut setelah dimandikan dan dikafani dan sebelum dikuburkan dapat dihadirkan kepadanya.
Dibawakanlah potongan kakinya dan sambil berbaring dia angkat potongan kaki itu sambil mengatakan, Ya Allah, Alhamdulillah, selama ini Engkau telah karuniakan saya dua kaki, kelak kaki ini akan menjadi saksi di akhirat nanti. Ya Allah, Demi Allah, saya tidak pernah membawa dia melangkah ke jalan yang tidak Engkau ridhai. Kini, Engkau ambil yang hakikatnya adalah milik-Mu Ya Allah, innalillaahi wa inna ilaihi rajiuun, mudah-mudahan saya masih bisa memanfaatkan kaki yang tersisa ini. Lantas potongan kaki pun diberikan sambil ia meminta dikuburkan.
Nyaris tidak ada kesedihan, tapi tiba-tiba Urwah menangis. Orang yang menyaksikan sejak awal itu berkomentar: “kami semula begitu merasa bangga dengan ketegaran anda, lalu kenapa engkau kini menangis, wahai Urwah ?” Beliau menjawab: “Demi Allah, hanya Allah yang Mahatahu, saya bukan menangis karena hilangnya satu kaki saya, yang hakikatnya milik Allah, tapi yang membuat saya menangis hanyalah kekhawatiran, apakah dengan kaki yang hanya tinggal satu ini saya masih bisa beribadah dengan sempurna kepada Allah ?
Allahu Akbar! Luar biasa keimanan Urwah, dunia menjadi kecil di mata orang mukmin seperti Urwah ini. Siang hari dia menjalani operasi amputasi, malamnya salah satu dari tujuh orang anaknya meninggal dunia. Ketika berita duka ini disampaikan, beliau berkata, saya belum bisa bangkit dari tempat tidur ini, karenanya tolong urus jenazahnya, mandikan, kafani dan shalatkan. Sebelum dikuburkan ijinkan saya memegang sejenak jenazah anak saya. Ketika jenazah putranya disodorkan kepadanya, ia pun memegang jenazah anaknya sambil mengusap kepalanya dan bardoa, “Ya Allah, Alhamdulillah, Engkau telah karuniai saya tujuh anak. Mudah-mudahan sebagai ayah mereka sudah saya laksanakan kewajiban mendidik mereka di jalan yang Engkau ridhai. Ya Allah, sekarang Engkau ambil salah seorang di antara mereka, milik-Mu Ya Allah, bukan milikku. Innalillaahi wa inna ilaihi rajiuun, mudah-mudahan Engkau masih memberikan manfaat untuk 6 anak yang masih tersisa. Allahu Akbar, bagi orang mukmin hanya Allah yang “Akbar” dunia dan segala isinya “kecil” di mata seorang yang mencintai Allah di atas cinta kepada selain Allah SWT.
Wallahu a’lam bish-shawab
Red: K.H. Athian Ali M.,MA
Rebublika Online Kamis, 15 Oktober 2009, 12:34 WIB
Republika OnLine » Ensiklopedia Islam » Dakwah
http://www.republika.co.id/berita/ensiklopedia-islam/dakwah/09/10/15/82593-menyikapi-musibah

Sabtu, 16 Oktober 2010

Menjauhi Kekufuran Sosial

REPUBLIKA.CO.ID,"Kefakiran dapat berpotensi pada kekufuran." Demikian di antara pesan moral yang sering kita dengar atau bahkan kita ucapkan. Meskipun diyakini para ahli hadis bahwa kalimat itu tidak termasuk qaul Nabi SAW, ia memiliki substansi pesan yang baik, paling tidak untuk direnungkan.
Kekufuran kini telah mengambil tempat yang semakin membahayakan. Ia merupakan satu dari sekian banyak penyakit sosial yang sering mengganggu kehidupan, merusak kebersamaan, dan bahkan tidak jarang muncul dalam wujud tindak kekerasan. Kekerasan pun pecah di banyak tempat. Secara sosial ataupun material, kekerasan kini telah melewati batas toleransi. Padahal, jika ditelusuri, sumber penyebabnya sangat sederhana.
Potret kesederhanaan yang menjadi sumber kekerasan itu dapat kita lihat dalam sejumlah tragedi sosial, seperti tawuran antarwarga, bentrok antarpemuda, atau saling lempar antarmahasiswa, yang kesemuanya hanya berakar pada persoalan yang tidak seberapa. Tragedi berdarah itu lalu pecah hanya karena masing-masing pihak tidak sanggup menahan diri.
Kekerasan yang akhir-akhir ini banyak terjadi di negeri yang mayoritas Muslim ini, seperti diyakini banyak pakar, salah satunya merupakan akibat langsung dari semakin lebarnya jarak sosial antara yang punya dan yang tak punya. Ketidakadilan ekonomi merupakan sumber semakin rentannya ketahanan psikis yang dalam perspektif pesan di atas dapat berpotensi merebaknya kekufuran.
Karena itu, dalam logika Alquran, kekerasan bisa saja terjadi sebagai bentuk peringatan keras Allah atas ketidakadilan ekonomi yang hingga saat ini belum sanggup menurunkan angka kemiskinan secara signifikan. Masih tingginya angka pengangguran menjadi sumber ketidaksanggupan manusia menerima kenyataan. Ketidakmampuan menghadapi kenyataan ini pula yang pada gilirannya telah menggeser ketulusan untuk bersedia menerima perbedaan.
Padahal, seperti diisyaratkan Nabi SAW, perbedaan adalah rahmat. Perbedaan dalam hal apa pun. Perbedaan pendapat dapat memperkaya wawasan. Sementara itu, perbedaan pendapatan pun dapat menjadi lahan beramal dalam berbagi rasa dengan sesama. Tapi, mengapa kenyataan mengungkap pemandangan sebaliknya. Perbedaan kini justru banyak menuai laknat. Mungkin, kenyataan inilah yang digambarkan Allah dalam Alquran surah Ibrahim (14) ayat 7, "Jika kalian bersyukur, akan Aku tambah nikmat-Ku kepadamu; tapi sebaliknya, jika kalian mengingkari atas nikmat-nikmat yang telah Aku berikan, azab-Ku sangat pedih."
Pernyataan Alquran yang sarat muatan pesan persuasi ini seolah tengah menampar bangsa kita yang akhir-akhir ini sering menuai derita. Pesannya tegas bahwa manusia wajib bersyukur, yang salah satu ekspresinya adalah sikap tulus menerima kenyataan sambil tetap berikhtiar memperbaiki kehidupan.
Jadi, untuk menghindari semakin suburnya kekerasan di negeri ini, perlu diperkuat agenda meringankan beban kekufuran sosial melalui usaha mewujudkan pesan Alquran. "Memberi makanan kepada mereka untuk menghilangkan lapar dan mengamankan mereka dari ketakutan." (QS Quraisy: 4).
Republika OnLine » Ensiklopedia Islam » Hikmah
Rabu, 13 Oktober 2010, 09:26 WIB
Red: Budi Raharjo
Rep: Oleh Prof Asep S Muhtadi
http://www.republika.co.id/berita/ensiklopedia-islam/hikmah/10/10/13/139853-menjauhi-kekufuran-sosial

Rabu, 13 Oktober 2010

Senam Otak

Olahraga otak sama pentingnya dengan olahraga tubuh. dengan olahraga otak akan terbentuk saraf baru yang dapat melindungi terhadap gejala demensia atau kepikunan. Berikut ini beberapa cara yang dapat dilakukan untuk olahraga otak.
1. Membiasakan aktif.
menjadi kidal (aktif tangan kiri) dan juga kanan.
Lakukan tugas dengan tangan non dominan, jika biasanya dominan tangan kanan maka gunakan tangan kiri (kidal) dan sebaliknya. contoh saat menggunakan mouse komputer, menyikat gigi dan dan mengikat tali sepatu dengan arah yang berlawanan. Menurut Franklin Institute jenis latihan ini dapat memperkuat hubungan saraf yang ada dan bahkan membentuk saraf baru.
2. Membaca.
Membaca dapat melenturkan otot-otot otak baik bacaan ringan (seperti komik atau majalah) maupun bacaan untuk informasi, dan menurut studi Dr. Nicolaos Scarmeas pada tahun 2001, membaca dapat membantu membangun 'cadangan kognitif' untuk menunda timbulnya demensia.
3. Bermain Puzzle atau Teka Teki Silang.
Teka Teki Silang, puzzle, sudoku dan jenis puzzle lainnya dapat melatih otak khususnya otak kiri menurut pusat pelatihan kognitif LearningRx.
Tambahkan strategi baru untuk mengefektifkan latihan otak, misalnya memecahkan teta teki silang dengan tema yang tidak biasa.
4. Bermain permainan strategi.
Permainan strategi seperti catur, monopoli atau game komputer lainnya, akan menggunakan otak kanan yang dapat membantu orang untuk lebih berpikir kreatifitas.
5.Ubah Rutinitas.
Menurut Lawrence Katz, Profesor Neurobiologi dari Duke University Medical Center, mengubah rutinitas dengan cara-cara hidup baru dapat mengaktifkan koneksi otak yang sebelumnya tidak aktif.
Latihan yang biasa dilakukan misalnya, mandi dengan mata tertutup atau mengatur ulang kantor atau meja-meja
6. Belajar Bahasa Asing.
dengan belajar bahasa asing akan mengaktifkan bagian otak yang belum digunakan sejak anda mulai berbicara. sebuah study tahun 2007 di York University di Toronto menemukan bahwa penggunaan beberapa bahasa dapat meningkatkan supply darah ke otak untuk menjaga kesehatan koneksi saraf.
7. Menikmati musik.
Selain mendengarkan musik, belajar juga untuk memainkan instrumen musik. Para ahli juga merekomendasikan untuk mengaktifkan dua indra sekaligus, seperti mendengarkan musik dan mencium bunga.
8. Latihan phisik.
Latihan phisik juga dapat meningkatkan kesehatan otak, karena dapat meningkatkan aliran darah ke otak. Menurut Stanford Center on Longevity and the Max Planck Institute for Human Development, Latihan phisik dapat meningkatkan perhatian, penalaran dan memori
Oleh Eny Gusita (12 Oktober jam 21:00)
http://www.facebook.com/permalink.php?story_fbid=161152143913826&id=100000571246674&il=0#!/?page=1&sk=messages&tid=1664216883801

Suku Baduy di Banten Gelar Ritual untuk Hentikan Lumpur Lapindo ke Sidoarjo

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA--Kantor gubernur Jawa Timur mendapat tamu istimewa. Sebanyak 13 orang suku Baduy, Banten mendatangi kantor gubernuran Selasa (10/12).
Mereka bermaksud minta izin untuk mengadakan acara ritual guna menghentikan semburan lumpur Lapindo di Sidoarjo, Jatim. Mereka jjuga mengaku diperintahkan oleh tetua adat suku Baduy dan juga telah mendapat restu dari Gubernur Banten, Ratu Atut Chosiyah.
Warga Baduy yang menumpang bus Pemprov Banten itu sempat ditemui Wagub Jatim, Saifullah Yusuf, dan beberapa pejabat lainnya. "Silakan kalau mau berdoa untuk menghentikan lumpur. Mudah-mudahan meerka berhasil," kata Saifullah.
Iman Sholahudin yang juga pemimpin suku mengatakan warga suku Baduy luar ingin membantu untuk menghentikan luapan lumpur Lapindo. "Kami ingin berusaha menghentikan semburan Lapindo yang sudah menenggelamkan ratusan hektare area permukiman," kata Iman Sholahudin menirukan kepala Desa Kanekes Kecamatan Leuidaman Kabupaten Lebak Banten.
Menurut pimpinan rombongan, Daenah, yang juga kepala desa Kanekes, Leuwi Damar, Lebak, Banten, mereka juga pernah melakukan ritual untuk membantu warga atau suku lain. Mereka pernah melakukan ritual untuk menetralisir letusan Gunung Galunggung dan Merapi.
Sebagaimana lazimnya suku Baduy --dengan pakaian serbahitam, tanpa memakai alas kaki, dan ikat kepala-- mereka turun menuju tanggul lumpur Lapindo. Di situlah mereka membaca doa satu per satu dengan posisi menghadap timur atau ke arah pusat semburan lumpur.
Lalu satu per satu orang Baduy memanjatkan doa dengan cara melepas baju sembari duduk di atas batuan kecil sambil makan dedaunan. Setiap orang Baduy memerlukan waktu sekitar 20 menit untuk berdoa.
Republika OnLine Selasa, 12 Oktober 2010, 21:55 WIB
http://www.republika.co.id/berita/breaking-news/nasional/10/10/12/139818-suku-baduy-gelar-ritual-untuk-hentikan-lumpur-lapindo

Selasa, 12 Oktober 2010

Inilah Khutbah Rasulullah Saat Pertama Kali Sholat Jumat

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Sebagaimana dikisahkan dalam berbagai buku sejarah Rasulullah SAW, seperti Fikih Sirah, Sirah Nabawiyah, maupun Hayatu Muhammad karya Muhammad Husein Haykal, shalat Jumat pertama yang dilakukan Rasul SAW adalah di Wadi Ranuna, sekitar satu kilometer dari Masjid Quba, atau kurang lebih empat kilometer dari Madinah al-Munawwarah. Di sana kini berdiri sebuah masjid yang diberi nama Masjid Jumat.
Tentu saja, dalam shalat Jumat itu diselenggarakan khutbah Jumat yang disampaikan Rasul SAW kepada kaum Muslim. Apa isi khutbah Rasul SAW pada saat itu? Hanafi al-Mahlawi dalam bukunya Al-Amakin al-Masyhurah Fi Hayati Muhammad (Tempat-tempat bersejarah yang dikunjungi Rasul SAW), isi khutbah itu adalah sebagai berikut;
"Segala puji bagi Allah, kepada-Nya aku memohon pertolongan, ampunan, dan petunjuk. Aku beriman kepada Allah dan tidak kufur kepada-Nya. Aku bersaksi bahwa tidak ada tuhan selain Allah, dan tidak ada sekutu bagi-Nya. Dan, aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan Allah. Dia telah mengutusnya dengan petunjuk dan agama yang benar, dengan cahaya dan pelajaran, setelah lama tidak ada rasul yang diutus, minimnyua ilmu, dan banyaknya kesesatan pada manusia di kala zaman menjelang akhir dan ajal kian dekat.
Barang siapa yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya, sesungguhnya ia telah mendapatkan petunjuk. Dan, barang siapa yang bermaksiat kepada Allah dan Rasul-Nya, sesungguhnya ia telah melampaui batas dan tersesat dengan kesesatan yang sangat jauh.
Aku berwasiat kepada kalian untuk bertakwa kepada Allah. Itulah wasiat terbaik bagi seorang Muslim. Dan, seorang Muslim hendaknya selalu ingat akhirat dan menyeru kepada ketakwaan kepada Allah.
Berhati-hatilah terhadap yang diperingatkan Allah. Sebab, itulah peringatan yang tiada tandingannya. Sesungguhnya ketakwaan kepada Allah yang dilaksanakan karena takut kepada-Nya, ia akan memperoleh pertolongan Allah atas segala urusan akhirat.
"Barang siapa yang selalu memperbaiki hubungan dirinya dengan Allah, baik di kala sendiri maupun di tengah keramaian, dan ia melakukan itu tidak lain kecuali hanya mengharapkan rida Allah, maka baginya kesuksesan di dunia dan tabungan pahala setelah mati, yaitu ketika setiap orang membutuhkan balasan atas apa yang telah dilakukannya. Dan, jika ia tidak melakukan semua itu, pastilah ia berharap agar masanya menjadi lebih panjang. Allah memperingatkan kamu akan siksa-Nya. dan Allah Mahasayang kepada hamba-hamba-Nya." (QS Ali Imran [3]: 30).
Dialah Zat yang benar firman-Nya, melaksanakan janji-Nya, dan semua itu tidak pernah teringkari. Allah berfirman, "Keputusan di sisi-Ku tidak dapat diubah, dan Aku sekali-kali tidak menganiaya hamba-hamba-Ku." (QS Qaf [50]: 29).
Karenanya, bertakwalah kalian kepada Allah dalam urusan sekarang maupun yang akan datang, dalam kerahasiaan maupun terang-terangan. "Sesungguhnya barang siapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan menghapus kesalahan-kesalahannya dan akan melipatgandakan pahala baginya." (QS At-Thalaq [65]: 5). "Barang siapa bertakwa kepada Allah, sungguh ia telah memperoleh kemenangan yang besar." (QS Al-Ahzab [33]: 71).
Sesungguhnya ketakwaan kepada Allah menghindarkan dari kemarahan, hukuman, dan murka-Nya. Takwa kepada Allah akan membuat wajah bersinar terang, membuat Allah rida, dan meninggikan derajat. Lakukanlah dengan sepenuh kemampuan kalian, dan jangan sampai kurang di sisi Allah.
Dia telah mengajarkan kepada kalian dalam kitab-Nya dan membentangkan jalan-Nya, untuk mengetahui siapa yang benar dan untuk mengetahui siapa yang dusta. (QS Al-Ankabut [29]: 3).
Maka, berbuat baiklah, sebagaimana Dia berbuat baik kepada kalian, dan musuhilah musuh-musuh-Nya. Berjihadlah di jalan Allah dengan sebenar-benarnya jihad. Dia telah memilih dan menamakan kalian sebagai Muslim. (QS Al-Hajj [22]: 78). Agar orang yang binasa itu binasanya dengan keterangan yang nyata dan agar orang yang hidup itu hidupnya dengan keterangan yang nyata. (QS Al-Anfal [8]: 42).
Tiada daya upaya, kecuali hanya dengan kekuatan Allah. Karenanya, perbanyaklah mengingat Allah, dan beramallah untuk kehidupan setelah mati. Sesungguhnya orang yang membangun hubungan baik dengan Allah, Allah pun akan membuat baik hubungan orang itu dengan manusia lainnya.
Karena Allah yang memberi ketetapan kepada manusia, sedang manusia tidak mampu memberi ketetapan kepada-Nya. Dia menguasai manusia, sedang manusia tidak bisa menguasai-Nya. Allah itu Maha Agung. Tiada daya dan kekuatan selain dengan kekuatan Allah Yang Mahatinggi dan Mahaagung."
Demikianlah isi khutbah Rasul SAW sebagaimana disebutkan dalam Tarikh Thabari, Tafsir al-Qurthubi, Subul al-Huda wa ar-Rasyad, dan Al-Bayan al-Muhammadi karya Dr Mustafa Asy-Sya'kah.
Asy-Sya'kah menegaskan bahwa khutbah diatas merupakan khutbah Rasul SAW saat shalat Jumat pertama di Wadi Ranuna. Penjelasan ini juga diperkuat dengan keterangan Ibnu Abbas RA yang diriwayatkan oleh Ibnu Katsir. Wallahu A'lam.
Red: Budi Raharjo
Rep: Oleh Syahruddin El-Fikri
Republika OnLine » Dunia Islam » Islam Mancanegara
Selasa, 12 Oktober 2010, 09:54 WIB
http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/islam-mancanegara/10/10/12/139623-inilah-khutbah-rasulullah-saat-pertama-kali-sholat-jumat

Pawai Budaya Jawa Timur 2010, 12 Daerah Tak Kirim Delegasi

SURABAYA - SURYA- Selasa (12/10) besok, masyarakat Jatim memperingati Hari Ulang Tahun (HUT) ke-65 Pemerintah Provinsi (Pemprov). Namun, peringatan tetenger kelahiran wilayah berpenduduk sekitar 38 juta jiwa itu menyisakan masalah. Tanggal 12 Oktober 1945 yang diperingati sebagai hari jadi masih terancam digugat.
Munculnya ancaman gugatan itu, karena sebagai fakta sejarah, selama ada bukti baru otentik dan ada pihak yang mengajukan, maka hari jadi yang menandai berdirinya suatu pemerintahan dapat ditinjau ulang.
Buku Riwayat Hari Jadi Provinsi Jawa Timur yang diterbitkan Badan Arsip Provinsi Jatim 2008 menjelaskan, tanggal 12 Oktober 1945 resmi ditetapkan sebagai HUT Pemprov Jatim, setelah pihak eksekutif membentuk tim pengkaji. Tim yang diketuai Nunuk Supri Rahayu itu menelusuri selama tiga tahun, 15 Oktober 2004 sampai 7 Mei 2007. Hasilnya, tim sepakat hari jadi Pemprov 19 Agustus 1945. Alasannya, 19 Agustus merupakan waktu terbentuknya Provinsi Jatim bersama tujuh provinsi lain, yakni Jabar, Jateng, Sumatera, Borneo, Sulawesi, Maluku, dan Sunda Kecil, dua hari setelah kemerdekaan RI diproklamirkan. Pada tanggal sama, juga keluar maklumat pengangkatan orang Indonesia pertama, RMTA Soerjo sebagai Gubernur Jatim. Oleh eksekutif, tanggal itu lantas diajukan ke DPRD Jatim untuk dibahas.
Dewan lantas menugaskan Komisi A (Pemerintahan) mengkajinya. Selama pengkajian, para wakil rakyat sempat studi banding ke Belanda. Hasilnya, Komisi A memberi lima alternatif HUT Pemprov, yakni 1 Juli 1928 pada masa pemerintahan Hindia Belanda. Sementara empat tanggal lain, terbentuk setelah masa kemerdekaan, masing-masing 22 Agustus 1945, 12 Oktober 1945, 25 Oktober 1945, dan 15 Agustus 1950.
Dari lima itu, sidang paripurna DPRD Jatim 7 Agustus 2007 menyepakati 12 Oktober 1945 sebagai hari jadi, bukannya 19 Agustus 1945 yang diusulkan eksekutif. Dewan mengemukakan tiga alasan, momentum pengangkatan dan/atau pelantikan Soerjo sebagai orang Indonesia pertama jadi Gubernur Jatim, yakni Soerjo baru menjalankan tugas di Surabaya 12 Oktober. Lalu, bulan Oktober dinilai memiliki nilai filosofis dan heroik nasionalisme sangat tinggi, karena pada 25 Oktober 1945 Soerjo dengan berani menolak permintaan Sekutu –Jenderal Mallaby, untuk menyerahkan diri dan datang ke kapal perang mereka. Selain itu, tahun 1945 dinilai sebagai titik tolak bangkitnya rasa nasionalisme bangsa Indonesia setelah meraih kemerdekaan.
Namun, setelah dewan menggedok putusan itu, protes dari masyarakat menyeruak. Meski demikian, sejak saat itu, setiap 12 Oktober Pemprov Jatim selalu memperingati hari jadinya. Ini berarti, tahun ini merupakan keempat kalinya peringatan HUT Pemprov.
Rangkaian acara berlangsung mulai 24 September–23 Oktober. Dimulai dengan pertandingan olahraga antarpejabat struktural di lingkungan Pemprov, pawai budaya Jatim, talk show Gubernur, upacara peringatan HUT di Gedung Grahadi, sidang paripurna dewan, pembukaan Jatim Fair 2010 oleh Wakil Presiden, jalan sehat, bakti sosial, dan ditutup dengan tasyakuran dan pergelaran wayang kulit.
Namun, peringatan HUT Pemprov Jatim tampaknya kurang disambut pemkab/pemkot. Hal ini terlihat dari minimnya jumlah peserta mengikuti pawai budaya, Minggu (10/10) sore. Dari 38 kabupaten/kota di Jatim, hanya 26 daerah mengirim delegasinya. Sementara 12 daerah lainnya tidak berpartisipasi dalam event tahunan itu.
Ke-12 daerah itu, Kota Madiun, Kota Blitar, Kota Malang, Kota Pasuruan, Kabupaten Sumenep, Tuban, Ngawi, Trenggalek, Lumajang, Situbondo, Pacitan, dan Kabupaten Blitar.
Kepala Biro Humas dan Protokol Setdaprov Jatim, Gunarto, menyayangkan banyaknya daerah yang tak berpatisipasi dalam pawai budaya Jatim. Padahal, melalui momentum ini masyarakat dapat mengetahui budaya yang dimiliki Jatim.
Meski hanya diikuti 26 kabupaten/kota, pawai budaya kemarin berlangsung meriah. Ribuan masyarakat Surabaya dan sekitarnya antusias menyaksikan kendaraan hias dan pernak-pernik budaya. Selain dari Jatim, peserta dari Lampung dan Bangka Belitung juga mengikuti pawai.
Sayangnya, selama proses pawai, arus lalu lintas di rute pawai tidak ditutup sehingga membuat peserta pawai, penonton, dan pengendara jalan tumplek blek jadi satu di sepanjang jalan yang dilalui.
Kemacetan arus lalin tak terhindarkan. Sementara para penonton banyak yang merengsek maju keluar dari trotoar, dan para peserta pawaipun ikut merasakan semburan asap knalpot dari kendaraan yang melintas di sisi kanan mereka.
Namun di balik kesemrawutan, penampilan istimewa ditunjukkan hampir seluruh peserta. Apalagi mereka tak hanya jalan tapi juga beratraksi di sepanjang perjalanan. Seperti kelompok dari Nganjuk terlihat pasukan pembawa busur, berjalan sambil menari memainkan busur panah. Juga dari Tulungagung yang menampilkan atraksi tari tiban, dimana di antara para penari saling melecutkan cambuk aren.
Khawatir Kalah Meriah
Sejarawan Universitas Negeri Surabaya (Unesa) Prof Aminuddin Kasdi membenarkan penetapan 12 Oktober 1945 sebagai HUT Pemprov merupakan pilihan DPRD Jatim. Karena tim peneliti Pemprov, di mana dia juga dijadikan narasumber, mengusulkan 19 Agustus 1945 sebagai hari jadi. ”Kenapa 19 Agustus, karena saat itulah Provinsi Jatim dibentuk bersama tujuh provinsi lainnya. Dan pada tanggal itu juga, Soerjo ditunjuk dan diangkat sebagai Gubernur Jatim pertama kali,” ujarnya kepada Surya, kemarin.
Aminuddin menyebut bahwa 19 Agustus yang dipilih, karena anggota DPRD takut perayaan HUT Pemprov tenggelam dan kalah meriah dengan perayaan Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus.
Padahal, meski Gubernur Soerjo baru pindah ke Surabaya 12 Oktober 1945, setelah diangkat sebagai gubernur pada 19 Agustus, Soerjo, kata Aminuddin telah melaksanakan tugas sebagai gubernur. Di antaranya, mengikuti musyawarah daerah di Jakarta pada September 1945. Selain itu, awal Oktober, mantan anggota PPKI dan BPUPKI itu juga mengadakan rapat kerja di Kediri. Kegiatan ini diberitakan Surat Kabar KENPO tahun 1945. ”Jadi dari sisi historis, penetapan 12 Oktober sebagai HUT Pemprov sebenarnya tak ada nilai historisnya,” katanya.
”Namun, karena DPRD punya kewenangan menetapkan hari jadi, sebagai bentuk representasi kemauan politik dari pemerintah dan warga di Jatim, saya menghormati putusan itu,” imbuhnya.
Meski demikian, penetapan 12 Oktober sebagai HUT Pemprov, kata Aminuddin, masih bisa digugat. Syaratnya harus ada yang protes ke Gubernur, agar Gubernur kembali mengajukan peninjauan ulang ke DPRD. ”Prinsipnya, tidak untuk mencari menang dan kalah. Tapi, semata-mata untuk meluruskan sejarah,” katanya.
Gubernur Soekarwo mempersilakan jika ada pihak berniat menggugat hari jadi Pemprov. ”Sejarah memang harus begitu, tidak pernah diam. Selalu dilakukan discovery terhadap bukti-bukti sejarah,” tegasnya kepada Surya.
Jika itu nanti ada, yang melakukan bukan Pemprov, tetapi para ahli dan sejarawan yang harus menginisiasinya, dengan ditunjang bukti otentik dan berbagai arsip. ”Kami hanya fasilitator saja,” imbuhnya.
Pakde menilai wajar penemuan hari jadi tak memuaskan semua pihak. Karena banyak pendekatan yang dapat dilakukan. Namun, yang penting penentuan hari jadi harus ngugemi visi Indonesia Centris dan meninggalkan visi Nerlando Centris. Selain itu, penentuan hari jadi juga dapat mencerminkan peristiwa penting dalam sejarah provinsi.
Pakde Karwo mengingatkan, yang terpenting dari penetapan hari jadi bukanlah sekadar penetapan tanggal, bulan, tahun. Tapi, diharapkan memiliki makna pengentalan ikatan nasionalisme dan idealisme masyarakat Jatim. Sehingga dapat menjadi symbol pembangkit semangat solidaritas masyarakat untuk membangun Jatim bersama-sama dan menikmati hasilnya juga secara bersama-sama. {Mujib Anwar-Sri Handi Lestari}
Surya Online Senin, 11 Oktober 2010 06:59 WIB
http://www.surya.co.id/2010/10/11/pawai-budaya-12-daerah-tak-kirim-delegasi.html

Senin, 11 Oktober 2010

Ayo makan ikan untuk hindari hilangnya daya lihat mata

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Orang dewasa yang berusia lanjut dan makan ikan berlemak sedikitnya satu kali dalam sepekan mungkin memiliki risiko lebih rendah untuk mengalami kehilangan daya pandang serius akibat penurunan makula yang berkaitan dengan usia.
Studi oleh beberapa peneliti di John Hopkins University di Baltimore, Amerika Serikat, memang tak membuktikan bahwa makan ikan mengurangi risiko terserang tahap lanjutan penurunan makula yang berkaitan dengan usia, atau AMD. Namun peneliti Bonnielin K Swenor, mengatakan temuan tersebut menambah bukti dari berbagai studi sebelumnya yang memperlihatkan orang yang makan ikan cenderung memiliki risiko AMD yang lebih rendah dibandingkan dengan orang yang tidak sering makan ikan.
Studi itu, yang dilaporkan di jurnal Ophthalmology juga mendukung teori bahwa asam lemak omega-3, yang paling banyak ditemukan pada ikan berminyak seperti salmon, mackerel, dan tuna albacore, mungkin mempengaruhi perkembangan atau kemajuan AMD.
''Meskipun penelitian saat ini menunjukkan bahwa makanan yang kaya akan asam lemak omega-3 dapat mengurangi risiko penurunan makula yang berkaitan dengan usia pada sebagian pasien berusia lanjut, penelitian lebih lanjut tetap diperlukan,'' kata Swenor kepada Reuters Health.
Untuk studi itu, Swenor dan rekannya menganalisis data dari 2.520 orang dewasa yang berusia 65 sampai 84 tahun yang menjalani pemeriksaan mata dan menyelesaikan daftar pertanyaan mengenai makanan mereka secara terperinci. Sebanyak 15 persen didapati memiliki AMD tahap dini atau menengah, sementara hanya kurang dari 3 persen memiliki AMD tahap lanjutan penyakit tersebut.
Peserta studi itu yang makan satu kali atau lebih ikan semacam itu setiap pekan memiliki risiko 60 persen lebih rendah untuk memiliki AMD lanjutan dibandingkan dengan mereka yang jarang makan ikan rata-rata setiap pekan. Secara keseluruhan, para peneliti tersebut menemukan bahwa tak ada kaitan jelas antara peserta yang melaporkan makan ikan dan risiko AMD, tapi ada hubungan antara konsumsi lebih banyak ikan yang kaya akan omega-3 dan kemungkinan AMD lanjutan.
AMD disebabkan oleh pertumbuhan pembuluh darah yang tak normal di belakang retina atau pecahnya sel-sel yang sensitif terhadap cahaya dan keduanya dapat mengakibatkan gangguan pandangan serius. Tak ada obat buat AMD, tapi perawatan tertentu mungkin mencegah atau menunda hilangnya daya pandang serius.
Red: Budi Raharjo
Rep: Antara
Republika OnLine » Pendidikan » Riset
Selasa, 20 Juli 2010, 13:24 WIB
http://www.republika.co.id/berita/pendidikan/riset/10/07/20/125592-ayo-makan-ikan-untuk-hindari-hilangnya-daya-lihat-mata

Mata hati yang tajam

REPUBLIKA.CO.ID,Syekh Atha' as-Silmi dikenal sebagai guru mengaji yang tulus. Selain itu, ia juga dikenal sebagai seorang yang pandai menenun pakaian. Sekali dalam seminggu, ia membawa hasil tenunannya ke pasar untuk dijual. Syekh Atha' as-Silmi sangat yakin bahwa tenunannya sangat apik dan tak ada cacat.
Di tengah hiruk-pikuk keramaian pasar, kalimat tasbih dan tahmid mengiringi hembusan-hembusan napasnya. Tiba-tiba, ada seseorang yang mendekat dan melihat-lihat pakaian tenunannya. Orang tersebut adalah seorang penjahit. Kemudian, orang itu berkata, "Baju ini cukup bagus. Namun sayang, ada cacatnya, ini, ini, dan ini."
Dengan tanpa kata, Syekh Atha' menyahut pakaiannya dari tangan orang itu. Kemudian, dia duduk dan menangis terisak-isak. Orang itu bingung melihat Syekh Atha' menangis. Namun, penyesalan tampak di wajahnya atas apa yang diucapkan. Dia meminta maaf bila ucapan tadi melukai hati. Dan, dia mau membeli tenunan itu berapa pun harganya.
Kemudian, Syekh Atha' berkata, "Sebab yang menyebabkan aku menangis bukan seperti yang kamu kira. Aku telah bersungguh-sungguh menenun baju ini. Tenunan baju ini tidak seperti baju-baju lain yang telah aku buat. Aku membuatnya lebih halus, lalu kemudian aku tambahkan keindahan di dalamnya. Setelah itu, aku periksa dengan amat teliti untuk memastikan tidak ada cacat di dalamnya.
Tapi, ketika hasil tenunanku ini diperiksa oleh manusia, terlihat ada cacat di bagian yang mana aku tidak menyadarinya. Lalu, bagaimana nanti dengan amal-amal perbuatan kita tatkala diperiksa oleh Allah, Zat yang Maha Tahu di Hari Kiamat nanti? Berapa banyak cacat dan dosa yang akan tampak dari amal ibadah kita, dan itu yang tidak kita sadari!"
Kisah di atas menggambarkan bahwa orang yang bertakwa, sangat sensitif dalam keimanan. Apa yang terjadi di hadapannya langsung mengetuk hatinya untuk ingat terhadap kebesaran dan kekuasaan Allah. Mereka sangat takut akan segala kekurangan ibadah kepada Allah. Mereka sangat sedih bila amal ibadah yang dikerjakannya selama ini terdapat kekurangan dan ketidaksempurnaan. Hal itu, dapat menyebabkan berkurangnya pahala atau bahkan tertolaknya amalan yang dikerjakan. Jika itu terjadi, niscaya sia-sialah amal ibadahnya.
Imam Ibnu Jauzi menuturkan, "Ketakwaan dan keimanan akan mempertajam mata hati pelakunya. Apa pun peristiwa yang terjadi di sekitar, ia akan dapat mengambil hikmah dan pelajaran darinya. Panasnya musim kemarau mengingatkan pada api neraka, gelapnya malam mengingatkan gelap gulitanya alam kubur, hawa sejuk dan indahnya musim semi mengilhami untuk mencari rezeki yang halal."
Ketajaman mata hati hanya dapat diasah dengan taqarrub, mujahadah, dan bertawakal kepada Allah. Maka, tidak heran jika ada beberapa alim ulama yang mampu menguak rahasia di balik peristiwa karena mereka memiliki mata hati yang tajam.
Red: Budi Raharjo
Rep: Oleh Muhtadi Kadi
Republika OnLine » Ensiklopedia Islam » Hikmah
Rabu, 29 September 2010, 09:20 WIB
http://www.republika.co.id/berita/ensiklopedia-islam/hikmah/10/09/29/137081-mata-hati-yang-tajam

Menjadi manusia yang pandai bersyukur

REPUBLIKA.CO.ID,Ketika kita menggemakan takbir-terutama saat berhari raya-tersirat pemahaman bahwa Allah Mahakuasa atas segala sesuatu. Allah Mahabesar, sementara kita yang diciptakannya adalah kecil. Kita hina dan tak punya daya dan kekuatan untuk berkiprah, kecuali karena kemurahan dan kebesaran Allah. Karena itu, ketika kita telah merampungkan sebuah perjuangan (baca; Ramadhan), maka perbanyaklah takbir.
"Dan hendaklah bertakbir atas anugerah yang telah Allah berikan. Semoga kalian menjadi hamba-Nya yang bersyukur." (QS al-Baqarah [2]: 185). Ayat ini merupakan satu rangkaian dengan perintah puasa (QS [2]: 183).
Ramadhan mencetak kita menjadi hamba-Nya yang bertakwa. Dan orang yang bertakwa, akan senantiasa mengingat kebesaran Allah, termasuk semua nikmat yang telah diberikan kepadanya.
Di lidah ia mengucapkan kalimat takbir, dalam amal perbuatan ia menerjemahkannya dengan rasa syukur. Karena itu, menjadi pribadi yang bertakwa belum cukup bila tidak dibarengi dengan pribadi yang bersyukur. Kenapa? Karena maqam syukur lebih tinggi dari maqam takwa. Sebab, syukur menjadi maqam-nya para nabi dan rasul. Karenanya, Allah menegaskan, hanya sedikit dari hamba-Nya yang pandai bersukur (QS Saba [34]: 13).
Syukur merupakan satu stasiun hati yang akan menarik seseorang pada zona damai, tenteram, dan bahagia. Ia juga akan mendapatkan kesuksesan baik di dunia maupun di akhirat, sekaligus mendapatkan insentif pahala dan kenikmatan yang terus bertambah dari Allah SWT (QS Ibrahim [14:] 7).
Rasul SAW adalah manusia yang pandai bersyukur. Suatu ketika, beliau pernah ditanya Bilal, "Apakah yang menyebabkan baginda menangis, padahal Allah telah mengampuni dosa-dosa baginda, baik yang dahulu maupun yang akan datang?" Beliau menjawab, "Tidakkah engkau suka aku menjadi seorang hamba yang bersyukur?"
Dzunnun al-Mishri memberi tiga gambaran tentang manifestasi syukur dalam kehidupan sehari-hari. Pertama, kepada yang lebih tinggi urutan dan kedudukannya, maka ia senantiasa menaatinya (bit-tha'ah). "Hai orang-orang beriman, taatlah kalian kepada Allah dan taatlah kepada Rasul dan kepada ulil amri di antara kalian …" (QS an-Nisa [4]: 59).
Kedua, kepada yang setara, kita mengejawantahnya dengan bil-hadiyyah. Saling tukar pemberian. Kita harus sering-sering memberi hadiah kepada istri atau suami, saudara, teman seperjuangan, sejawat dan relasi. Dengan cara itu, maka akan ada saling cinta dan kasih.
Ketiga, kepada yang lebih bawah dan rendah dari kita, rasa syukur dimanifestasikan dengan bil-ihsan. Selalu memberi dan berbuat yang terbaik. Kepada anak, adik-adik, anak didik, para pegawai, buruh, pembantu di rumah dan semua yang stratanya di bawah kita, haruslah kita beri sesuatu yang lebih baik. Jalinlah komunikasi dan berinteraksilah dengan baik, dan kalau hendak men-tasharuf-kan rezeki, berikan dengan sesuatu yang baik (QS as-Syu'ara [26]: 215 dan al-Baqarah [2]:195). Wallahu a'lam.
Red: Budi Raharjo
Rep: Oleh Ustaz Muhammad Arifin Ilham
Republika OnLine » Ensiklopedia Islam » Hikmah
Ahad, 03 Oktober 2010, 18:43 WIB
http://www.republika.co.id/berita/ensiklopedia-islam/hikmah/10/10/03/137923-menjadi-manusia-yang-pandai-bersyukur