Pemerintah menetapkan 10 November sebagai Hari Pahlawan. Itu diputuskan oleh almarhum Presiden Soekarno pada 31 Oktober 1946 melalui Surat Penetapan bernomor 9/OEM/1946. Mengapa tanggal itu dipilih padahal dalam peperangan 10 November 1945, para pejuang RI akhirnya kalah?
Pertempuran yang meletus pada 10 November 1945 berawal dari ultimatum pasukan Sekutu (yang diwakili Inggris) kepada para pejuang Indonesia, khususnya di Surabaya.
Pasukan Sekutu mulai berdatangan di Indonesia, termasuk Surabaya, pada 15 September 1945 setelah Sekutu menang Perang Dunia (PD) II melawan pasukan As –yang diperkuat Jerman dan Jepang.
“Karena Belanda berada di pihak Sekutu saat PD II, Belanda membonceng kedatangan pasukan Sekutu itu untuk mengembalikan kedudukannya di Indonesia setelah sebelumnya Indonesia jatuh ke tangan Jepang (1942-1945),” kata Eddy Emanuel Samson, 76, anggota Tim 11 Cagar Budaya Kota Surabaya kepada Surya pekan lalu.
Mengetahui diboncengi Belanda, para pejuang Indonesia tidak menyambut baik masuknya Sekutu yang berdalih untuk melucuti pasukan Jepang itu.
“Tembak-menembak sporadis terjadi antara tentara Sekutu dan pejuang Indonesia sejak 15 September itu,” tutur Hartoyik, 82, Ketua Veteran 45 Surabaya,
Puncaknya, kata Hartoyik, adalah saat ultimatum diberikan oleh Mayor Jenderal Robert Mansergh setelah tewasnya Brigadir Jenderal Mallaby (pimpinan tentara Sekutu/Inggris untuk Jawa Timur), pada 30 Oktober 1945 di sekitar Jembatan Merah. Mansergh merupakan pengganti Mallaby, dan menuduh bahwa yang menewaskan Mallaby adalah pejuang Indonesia.
Mansergh mengancam, mulai 9 November sampai 10 November pukul 06.00 WIB para pejuang harus menyerahkan diri beserta senjatanya dengan mengangkat tangan di atas kepala. Jika batas waktu 10 November itu dilewati dan ultimatum tidak dipenuhi, maka Surabaya akan digempur habis-habisan.
Benar juga, lepas pukul 06.00 WIB pada 10 November, pasukan Inggris mulai melancarkan gempuran besar-besaran dan dahsyat, dengan mengerahkan sekitar 30.000 serdadu, 50 pesawat terbang dan sejumlah besar kapal perang.
Berbagai bagian Kota Surabaya dihujani bom, ditembaki secara membabi-buta dengan meriam dari laut dan darat.
Diperkirakan, sekitar 60.000 pejuang gugur, dan sekitar 200.000 rakyat sipil berbondong-bondong mengungsi dari Surabaya untuk menghindari perang.
Akhirnya, setelah bombardir selama sekitar 100 hari, Surabaya berhasil jatuh ke tangan Sekutu.
Kalau dalam peperangan 10 November para pejuang Indonesia kalah, mengapa tanggal itu justru diperingati sebagai Hari Pahlawan?
Menurut Eddy Emanuel Samson, yang juga ketua de Indo Club Surabaya, peperangan tersebut tak bisa dilihat sebagai persoalan kalah atau menang dalam jangka pendek.
Eddy –yang lahir di Tambaksari dan berusia 12 tahun saat terjadi perang 10 November—menjelaskan, awalnya pasukan Sekutu mengira bahwa dengan persenjataan modern dalam jumlah besar, mereka akan bisa tundukkan Surabaya dalam 3 hari.
Nyatanya, perang tersebut berlangsung hampir 100 hari hingga melewati Desember 1945. Ini karena tak hanya pasukan resmi Republik Indonesia (yakni Tentara Keamanan Rakyat) yang terlibat perang. Milisi-milisi rakyat yang dibentuk oleh organisasi-organisasi keagamaan sepertu NU juga ikut mendukung setelah munculnya resolusi jihad yang dicetuskan para ulama Jatim, di antaranya KH Hasyim Asy`ari (pendiri NU), KH. Wahab Hasbullah serta para kyai pesantren lainnya.
Meskipun kalah, kegigihan dan militansi para pejuang arek-arek Suroboyo dalam menghadapi pasukan penjajah telah mengilhami rakyat di daerah-daerah lain di Indonesia untuk berani melawan penjajah baru. Di antaranya di Jakarta pada tanggal 18 November, di Semarang pada 18 November, di Riau 18 November, di Ambarawa tanggal 21 November, di Bandung 6 Desember dan di Medan pada 6 Desember.
”Perjuangan arek-arek Suroboyo telah menggugah rasa kebersamaan patriotik dalam perjuangan,” kata Eddy. Itu pula tampaknya alasan yang mendasari Pemerintah di zaman Soekarno menetapkan 10 November sebagai Hari Pahlawan.
Soal perang di Surabaya, Eddy Samson memiliki fotokopi potongan berita koran United Press terbitan Inggris. Dalam surat kabar bertanggal 22 November 1945 tertulis bahwa penyerangan sekutu di Kota Surabaya diduga telah menyebabkan 60.000 warga Kota Surabaya tewas, termasuk sekitar 5.000 warga etnis Tionghoa yang bermukim di Surabaya.
Surya Online Rabu, 10 Nopember 2010 | 07:09 WIB
http://www.surya.co.id/2010/11/10/10-november-kalah-perang-kok-jadi-hari-pahlawan.html
Bukan persoalan kalah dan menang tapi peran arek Surabaya yang gagah berani melawan penjajahan kembali bangsa asing, perlu diapresiasi
BalasHapuskekalahan ini karena keputusan fatal dr Soekarno..
BalasHapusBaca: http://sejarah.kompasiana.com/2011/11/10/rahasia-di-balik-perang-surabaya/